nunwalqolami wama yasturun at 11:36 AM No comments: Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook Share to Pinterest. Older Posts Home. Subscribe to: Posts (Atom) Followers. Blog Archive 2011 (47) June (25) How To Choose A Tiled Kitchen Backsplash;
1. نٓ ۚ وَٱلْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ nūn, wal-qalami wa mā yasṭurụn 1. Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis. Tafsir Lafal ن merupakan salah satu dari huruf Al-Muqatha’ah huruf yang terputus-putus Ayat-ayat seperti ini dibaca secara putus-putus per-hurufnya dan tidak langsung dibaca sebagai satu kata. Dan ayat-ayat seperti ini banyak terdapat di dalam Alquran[1]. Di antaranya adalah الم yang dibaca alif lam mim, dan bukan dibaca alama. Di antaranya juga عسق yang dibaca ain sin qaf, bukan dibaca asaqa. Di antaranya juga يس yang dibaca yaa siin, bukan dibaca yass. Demikian pula dengan huruf ن dibaca nun dan bukan dibaca naa. Dan sebagaimana kita ketahui bahwasanya huruf tidak memiliki makna. Huruf bisa memiliki makna jika huruf tersebut telah dirangkai dengan huruf-huruf yang lain sehingga menjadi suatu kata. Oleh karenanya para ulama Ahli Tafsir berselisih pendapat tentang makna dan kandungan dari huruf-huruf Al-Muqatha`ah. Di antaranya adalah huruf ن dalam ayat ini. Sebagian para ulama da yang menafsirkannya dengan ikan paus[2], ada yang menafsirkan dengan tinta, dan seterusnya[3]. Namun pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Katsir dan dikuatkan oleh Ibnul Qayyim rahimahumullah bahwasanya huruf-huruf Al-Muqatha’ah[4] tujuannya adalah untuk mengingatkan kaum musyrikin bahwa Alquran adalah mukjizat yang turun dengan bahasa mereka Arab, dengan bahasa sehari-hari mereka, akan tetapi meskipun demikian mereka tidak sanggup mendatangkan yang semisal dengan Alquran. Padahal kata Allah ﷻ, إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ “Sesungguhnya Kami menurunkan Alquran berbahasa Arab, agar kamu mengerti.” QS. Yusuf 2 Saat itu orang-orang musyrikin Arab sedang berbangga-bangga dengan syair-syair mereka, bahkan mereka mengadakan berbagai macam lomba syair-syair. Maka Allah ﷻ menurunkan mukjizat kepada Nabi ﷺ yang berkaitan dengan perkara yang sedang mereka gandrungi saat itu yaitu balaghah dan syair. Hal ini seperti tatkala Allah mengutus nabi Yusuf, ketika itu banyak orang yang dikenal dengan ahli menafsirkan mimpi. Namun ketika sang raja bermimpi maka tidak ada seorangpun diantara mereka yang mampu menafsirkan mimpi raja, dan hanya Yusuf alaihis salam yang mampun menafsirkan mimpi raja. Ketika Allah ﷻ mengutus Nabi Isa alaihissalam, Allah ﷻ mengutus Nabi Isa alaihissalam dengan mukjizat pengobatan karena pada zaman tersebut sedang ramai masalah pengobatan. Demikian pula di zaman Nabi Musa alaihissalam yang sedang ramai perkara sihir. Maka Allah ﷻ turunkan mukjizat kepada Nabi Musa alaihissalam yang sekilas seperti sihir namun bukan sihir[5]. Oleh karenanya demikianlah di zaman Nabi ﷺ, tatkala orang-orang musyrikin sedang saling berbangga-bangga dengan kemampuan mereka dalam balaghah dan syair, maka Allah ﷻ turunkan Alquran yang mengalahkan segala balaghah dan bahasa yang mereka miliki, padahal mereka berbicara dengan huruf-huruf tersebut namun mereka tidak sanggup mendatangkan yang semisal dengan Alquran. Sebagaimana Allah ﷻ juga berfirman, قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَىٰ أَن يَأْتُوا بِمِثْلِ هَٰذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا “Katakanlah, Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Alquran ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain’.” QS. Al-Isra’ 88 Demikian juga firman Allah ﷻ yang memberikan tantangan kepada mereka, أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِّثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ “Bahkan mereka mengatakan, Dia Muhammad telah membuat-buat Alquran itu’. Katakanlah, Kalau demikian, datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya Alquran yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar’.” QS. Hud 13 Dalam ayat yang lain Allah ﷻ juga menantang mereka lagi dengan mengatakan, وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ “Dan jika kamu meragukan Alquran yang Kami turunkan kepada hamba Kami Muhammad, maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” QS. Al-Baqarah 23 Kemudian Allah ﷻ bersumpah, وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ “Demi pena dan apa yang mereka tuliskan.” Huruf و adalah cara bersumpah dalam bahasa Arab, yang dalam bahasa Indonesia kita sebut dengan “Demi”. Jika isim kata benda datang setelah huruf و dan isim tersebut dikasrahkan, maka akan menjadi bentuk sumpah sebagaimana dalam ayat ini Allah ﷻ menyebutkan وَالْقَلَمِ Demi Pena. Di antaranya juga Allah ﷻ mengatakan وَرَبِّكَ Demi Tuhanmu, والشَّمسِ Demi matahari, وَالنَّهَارِ Demi siang, وَالَّيْلِ Demi malam. Adapun kita tidak boleh bersumpah selain atas nama Allah ﷻ, karena bersumpah atas nama selain-Nya adalah kesyirikan. Adapun Allah ﷻ, Dia berhak bersumpah dengan makhluk yang Dia ciptakan, hal tersebut adalah hak Allah ﷻ. [6] Dan tidaklah Allah ﷻ bersumpah kecuali pada perkara-perkara yang agung. Di antaranya Allah ﷻ bersumpah dengan salah satu makhluknya yaitu pena. Allah ﷻ bersumpah dengan pena karena pena merupakan nikmat luar biasa yang Allah berikan kepada manusia[7]. Oleh karenanya sebagaimana Allah juga sebutkan tentang pena ini di awal-awal surah Al-Alaq turun, Allah ﷻ berfirman, الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ “Yang mengajar manusia dengan pena.” QS. Al-Alaq 4 Pena adalah sebuah nikmat, karena salah satu cara seseorang belajar adalah dengan pena. Dengan penalah Alquran bisa terjaga di tangan para kuttabul wahyi para pencatat wahyu, demikian pula pena digunakan untuk mencatat hadits-hadits Nabi ﷺ, demikian pula ilmu semuanya dicatat dengan pena, perjanjian dicatat dengan pena, sejarah dicatat dengan pena, dan yang lainnya. Oleh karenanya pena adalah nikmat yang sangat luar biasa karena merupakan sarana untuk menegakkan ilmu, sehingga Allah ﷻ bersumpah dengan pena. [8] Ayat ini juga menjadi isyarat bahwasanya Islam adalah agama yang dibangun di atas ilmu. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman di awal surah Al-Alaq, اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.” QS. Al-Alaq 1 Jika ayat ini digandengkan dengan ayat pertama dari surah Al-Qalam ini yaitu baca dan pena, maka ini menunjukkan tentang perhatian Islam terhadap ilmu yang sangat luar biasa. Oleh karenanya pula kita dapati banyak ayat-ayat dan hadits-hadits yang menyampaikan tentang keutamaan dan keagungan ilmu. Pena الْقَلَم juga menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan. Makanya pena juga disebut dengan أَحَدُ اللِّسَانَيْنِ yang artinya salah satu dari dua lisan [9]. Seseorang yang ingin mengungkapkan sesuatu maka dia akan mengungkapkannya salah satu dari satu dari dua cara yaitu dengan lisannya secara langsung atau melalui tulisannya. Oleh karena itu, syariat menilai bahwa hukum tulisan sebagaimana hukum lisan. Sebagaimana dengan ucapan seseorang bisa mengadakan akad, perjanjian, wasiat, atau jual beli, maka demikian pula hal tersebut bisa terjadi dengan tulisan. Ketika kita paham bahwa hukum tulisan sama dengan hukum ucapan lisan, maka sebagaimana seseorang berhati-hati dalam berbicara maka demikian pula hendaknya dia berhati-hati dalam mengungkap dengan tulisan. Terutama di zaman ini dimana tulisan seseorang begitu mudahnya tersebar. Dan sebab tulisan itu adalah nikmat, maka hendaknya seseorang tidak menyalahgunakannya. Karena betapa banyak seseorang diangkat derajatnya sebab tulisannya oleh Allah ﷻ sebagaimana para ulama, dan betapa banyak orang yang dihinakan di sisi Allah ﷻ dan manusia karena tulisannya pula. Sebagian ulama memandang bahwa tafsiran kata الْقَلَمُ pena di ayat ini maksudnya adalah pena Allah ﷻ yang Allah ciptakan untuk menulis takdir di Al-Lauhul Mahfuzh[10]. Sebagaimana dalam sebuah hadits, Nabi ﷺ bersabda, إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ اكْتُبْ. فَقَالَ مَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبِ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الأَبَدِ “Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan adalah pena, kemudian Allah berfirman, Tulislah’. Pena berkata, Apa yang harus aku tulis’. Allah berfirman, Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya’.”[11] Sebagian ulama tafsir lain mengatakan bahwa pena di sini adalah pena yang dipakai malaikat untuk mencatat di catatan takdir yang ada di sisinya malaikat, atau pena yang dipakai untuk mencatat amalan para hamba-Nya. [12] Sebagian ulama lain seperti Ibnu Katsir rahimahullah dan yang lainnya mengatakan bahwa pena di sini maknanya umum, yaitu mencakup makna pena di Al-Lauhul Mahfuzh, pena yang dipegang oleh para malaikat, dan pena yang dipegang oleh manusia[13]. Karena setelah Allah ﷻ bersumpah atas nama pena, kemudian Allah ﷻ berfirman, وَمَا يَسْطُرُونَ “Dan apa yang mereka tuliskan.” Artinya mereka dalam ayat ini bisa jadi malaikat dan bisa jadi pula yang dimaksud adalah manusia. Allah ﷻ membuka surah Al-Qalam dengan sumpah. Dan tidaklah Allah bersumpah kecuali untuk menekankan sesuatu. Karena jika Allah ingin menekankan sesuatu, maka Allah membukanya dengan sumpah. Dan hal seperti banyak di dalam Alquran. Di antaranya Allah ﷻ berfirman, وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا، وَالنَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا، وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا، وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا، وَالْأَرْضِ وَمَا طَحَاهَا، وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا، فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا، قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا “Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari, demi bulan apabila mengiringinya, demi siang apabila menampakkannya, demi malam apabila menutupinya gelap gulita, demi langit serta pembinaannya yang menakjubkan, demi bumi serta hamparannya, demi jiwa serta penyempurnaan ciptaannya, maka Dia mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya.” QS. Asy-Syams 1-9 Untuk menekankan pernyataan “Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya”, Allah ﷻ membuka dengan beberapa rentetan sumpah. Demikianlah orang-orang Arab dalam menekankan sesuatu, mereka bersumpah terlebih dahulu lalu menyebutkan pernyataan tersebut. _________________________ Footnote [1] Lihat Tafsir Ibnu katsir 8/184. [2] Lihat Tafsir Al-Baghawiy 8/182. [3] Lihat Tafsir Ibnu katsir 8/184-185 dan Tafsir Al-Ma’tsur 22/90-93. [4] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/184 dan At-Tibyan fi Aqsamil Quran hal. 203 [5] Ibnu Katsir berkata كَانَتْ مُعْجِزَةُ كُلِّ نَبِيٍّ فِي زَمَانِهِ بِمَا يُنَاسِبُ أَهْلَ ذَلِكَ الزَّمَانِ “Mukjizat setiap Nabi di zamannya sesuai dengan apa yang digandrungi oleh penduduk zaman tersebut” Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 2/486 [6] Lihat Majmu’ Al-Fatawa 1/290 [7] Lihat Tafsir Ath-Thobari 24/527 [8] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/187. [9] Lihat Tafsir Al-Qurthubi 18/224-225, dan sebagaimana yang dijelaskan oleh Ar-Razy فَإِنَّ التَّفَاهُمَ تَارَةً يَحْصُلُ بِالنُّطْقِ وَ [تَارَةً] يُتَحَرَّى بِالْكِتَابَةِ “karena sesungguhnya saling memahami terkadang didapat dengan ucapan dan terkadang didapat dengan tulisan.” Lihat At-Tafsir Al-Kabir 30/598 [10] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/187. [11] HR. At-Tirmidzi no. 2155 [12] Lihat Tafsir Al-Baghawi 8/187. [13] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/187.
Dalamkonteks Al-Qolam ayat 1, kata nún diikuti dengan wa al-qolam yang diartikan oleh Syahrur dengan al-taqlím (pembedaan). Kemudian ditambah lagi dengan wa maa yasthuruun, yang diartikan oleh Syahrur dengan al-tashthír (komposisi, keteraturan, klasifikasi). Bahwa segala sesuatu itu disusun, seperti dalam surat Al-Qomar ayat 52: "setiap
Nilai-nilai Filosofis “Nun Walqalami wa maa yasturun” dan “Fastabiqul khairat” Published May 15, 2009 Diskusi , KaryaKita , Premiere 1 Comment Kedua motto tersebut selalu saya ingat dan menjadi landasan bagi hidup saya untuk terus berkiprah memberikan kontribusi bagi ummat, khususnya umat Islam. kedua motto tersebut sangat sarat dengan nilai-nilai filosofis cerdas agar umat islam bisa berperan banyak dalam aktivitas sosial masyarakat. “nun wal qalami wa maa yasturun” adalah simbul dimana kita harus menjadi generasi yang certas, terampil dan bisa mewarnai fikrah umat manusia secara universal, yaitu kemaslahatan hdup di dunia dan akhirat. Artinya, seorang pribadi muslim harus bisa tampil membawa panji kebenaran, keadilan, kejujuran dalam setiap sendi kehidupan. sedangkan motto kedua “fastabiqul khairat” adalah simbol bahwa semua nilai-nilai kebenaran, keadilan, kejujuran dan kasih sayang serta nilai-nilai universal kemanusiaan lainnya harus dilaksanakan dengan segera. artinya berbuat baik jangan ditunda-tunda. integrasi kedua motto tersebut, khususnya bagi para aktivis muhammadiyah harus menjelma menjadi cahaya atau sinar matahari yang membawa kehangatan, keselamatan, dan kemaslahatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Tentunya tetap dalam bingkai tauhid yang tergambar dari simbol syahadatain. Bentuk implementasi yang lebih luas, ke depan Muhammadiyah harus bisa menjadi kekuatan yang dapat memberikan perubahan bagi bangsa Indonesia, khususnya dalam bidang pendidikan, pembangunan ekonomi kerakyatan, politik yang bersih dan pemerintahan yang bebas KKN. “Hidup-hidupilah muhammadiyah, dan jangan sekali-kali mencari penghidupan di dalam muhammadiyah”. Artinya, muhammadiyah hanyalah sekedar sarana untuk berbuat dan wahana untuk mengadakan pebaikan dalam segala bidang. organisasi Muhammadiyah diharamkan untuk dijadikan sebagai kendaraan politik seseorang, apalagi sampai menjual nama muhammadiyah untuk kepentingan golongan tertentu…” Pendek kata semua simbol organisasi yang ada di Muhammadiyah adalah untuk melaksanakan perubahan di pentas dunia indonesia pada khususnya, yaitu menyuruh berbuat baik, melarang berbuat munkar dengan tetap beriman kepada Allah. makna ketiga syarat yang berasal dari ayat alqur’an surat al-imran tersebu, yakni menyuruh berbuat baik/ta’muruna bil ma’ruf adalah sebagai bentuk humanisasi agar manusia kembali kepada awal hakikat diciptakan oleh Allah. Kedua tanhauna anil munkar adalah sebagai bentuk liberalisasi, yaitu memerdekakan manusia dari jurang kesalahan, membebaskan manusia dari belenggu perikehidupan yang anti tauhid, seperti korupsi, penindasan dan tindak kesewenang-wenangan. sedangkan ketiga, tu’minuna billah adalah sebagai bentuk transedensi, dimana segala bentuk gerakan harus bertitik tolah dari tauhid, yaitu iman kepada Allah. Configured by Heri Ferdianto,
Nunwalqolami wama yasturun. (*) Tags: Generasi Muda Kultum Opini Ramadhan. Share Tweet Send Share. Posts. Empat Nilai Simbolik Nabi Ibrahim. by demokratis.co.id. July 12, 2022. 0 . Pada tanggal 10 Dzulhijjah hampir semua umat muslim sedunia mengingat teladannya. Simboliknya ialah wukuf di padang Arafah Saudi Arabia.
Belajar surah nun walqolami wama yasturun Penafsiran ini dikuatkan oleh ayat 87 dari surat An Nabiya yang menyebut Nabi Yusuf dengan Zan Nun. Copy Advanced Copy Tafsirs. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan . Cek jugayasturun dan surah nun walqolami wama yasturun Kalimat Nuuun wal qolami wama yasthurun diambil dari kata yang ada di dalam Al Quran. . Ada tafsiran yang menyatakan bahwa Nun adalah nama sebangsa ikan besar di laut senamgsa Ikan paus yang menelan Nabi Yunus. Kaligrafi Islam Photos Judul Surah Kaligrafi Islam Photos Format Surah PNGUkuran File Surah surah nun walqolami wama yasturunTanggal post November 2019 Jumlah halaman surah 195 HalamanBaca Kaligrafi Islam Photos Arabic Calligraphy Noon Wal Qalami Wama Yasturun Al Khatthuluth Vector Eps Ai Svg Jpeg High Definition Download A Free Preview Or High Vector Calligraphy Wama Judul Surah Format Surah JPGUkuran File Surah 810kb surah nun walqolami wama yasturunTanggal post Desember 2017 Jumlah halaman surah 288 HalamanBaca 068 Surah Al Qalam Mishary Al Afasy Irecite Nuun Wal Qolami Wama Yasthurun Sang Pencerah Demikian Informasi surah nun walqolami wama yasturun, , semoga memberi solusi. Tags surah walqolami wama yasturun Created by Adrian Harrison Love blogging.
NunTafsir Gerakan Al-Qalam: Implikasi QS Al-Qalam ayat 1 dengan Paradigma Gerakan IPM. Azaki Khoirudin. Download Download PDF. Full PDF Package Download Full PDF Package. This Paper. A short summary of this paper. 35 Full PDFs related to this paper. Download. PDF Pack. People also downloaded these PDFs.
ArticlePDF AvailableAbstractPenelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi makna bahasa al-Qur’an dengan system tanda. Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika. Berdasarkan pembacaan semiotika terhadap penafsiran tiga terma yang terdapat dalam surat al-Qalam ayat satu, penulis menemukan bahwa dengan pembacaan menggunakan teori aksis paradigmatic dan aksis sintagmatis, nun merupakan bagian dari huruf-huruf abjad, yang terletak pada permulaan sebagian surat al-Qur’an seperti halnya Aliflâmmîm, Aliflâmrâ, Aliflaammîmshâd dan sebagainya, yang merupakan bagian dari huruf-huruf abjad yang terletak di awal surah atau yang biasa disebut huruf al-Muqatha’ah. Dengan pembacaan menggunakan teori interaksi antar tanda/metafora dan metonim, nun adalah bak tinta’, tempat menyimpan tinta yang merupakan kelengkapan pena untuk menulis, nun juga dimaknai sebagai sungai di surga. Adapun dengan pembacaan menggunakan teori heuristic dan pembacaan retroaktif/pembacaan secara semantic serta pembacaan secara hermeneutic, nun adalah malaikat yang diperintahu ntuk mengguankan pena untuk menulis. Nun ialah malaikat yang melukis semua kejadian pada lembaran atau kanvas tempat menuangkan tulisan. Jadi, nun wa al-qalamwa ma yasturun adalah hierarki antara Tuhan dan makhluk-Nya. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Lughawiyah, No. 2, Desember 2020 P-ISSN 2715-8098 E-ISSN 2715-8101 Zahwa Amaly Fiddaraini, Muhammad Ariffur Rohman PENAFSIRAN TERMA NUN, AL-QALAM, DAN YASTHURUN DALAM AL-QUR’AN ANALISIS SEMIOTIK Zahwa Amaly Fiddaraini e-mail Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Muhammad Ariffur Rohman e-mail muhammadariffur Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi makna bahasa al-Qur‟an dengan system tanda. Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika. Berdasarkan pembacaan semiotika terhadap penafsiran tiga terma yang terdapat dalam surat al-Qalam ayat satu, penulis menemukan bahwa dengan pembacaan menggunakan teori aksis paradigmatic dan aksis sintagmatis, nun merupakan bagian dari huruf-huruf abjad, yang terletak pada permulaan sebagian surat al-Qur‟an seperti halnya Aliflâmmîm, Aliflâmrâ, Aliflaammîmshâd dan sebagainya, yang merupakan bagian dari huruf-huruf abjad yang terletak di awal surah atau yang biasa disebut huruf al-Muqatha’ah. Dengan pembacaan menggunakan teori interaksi antar tanda/metafora dan metonim, nun adalah „bak tinta‟, tempat menyimpan tinta yang merupakan kelengkapan pena untuk menulis, nun juga dimaknai sebagai sungai di surga. Adapun dengan pembacaan menggunakan teori heuristic dan pembacaan retroaktif/pembacaan secara semantic serta pembacaan secara hermeneutic, nun adalah malaikat yang diperintahu ntuk mengguankan pena untuk menulis. Nun ialah malaikat yang melukis semua kejadian pada lembaran atau kanvas tempat menuangkan tulisan. Jadi, nun wa al-qalamwa ma yasturun adalah hierarki antara Tuhan dan makhluk-Nya. Kata Kunci Nun, al-qalam, Yasthurun, al-Qur‟an, Analisis Semiotik Abstract This study aims to construct the meaning of Al-Qur'an language with a sign system. This study used a semiotic approach. Based on the semiotic reading of the interpretation of three terms contained in surah al-Qalam verse one, the writer found that reading using paradigmatic axis and the syntagmatic axis theories, nun was a part of alphabet, located at the beginning of some al Quran surahs such as Aliflâmmîm, Aliflâmrâ, Aliflaammîmshâd, a part of alphabet that are located at the beginning of the surah that commonly called al-Muqatha'ah letters. With the reading using interaction theory between signs/metaphors and metonyms, nun is an 'ink bath', a place to store ink for pens for writing, nun is also interpreted as a river in heaven. As with reading using heuristic theory and retroactive reading/semantic reading and hermeneutic reading, nun is an angel which is ordered to use a pen to write. Nun is an angel who paints all events on a sheet or canvas. So, nun wa al-qalamwa ma yasturun is a hierarchy between God and His Nun, al-Qalam, Yasthurun, al-Qur’an, Semiotik Analysis. Lughawiyah, No. 2, Desember 2020 P-ISSN 2715-8098 E-ISSN 2715-8101 Zahwa Amaly Fiddaraini, Muhammad Ariffur Rohman PENDAHULUAN Ayat-ayat dalam al-Qur‟an merupakan ekspresi linguistik dari bahasa Arab. Fenomena pembentukan bahasa merupakan konvensi antara parole ekspresi bahasa dan langue sistem pembedaan antara tanda-tanda yang membentuk sistem bahasa yang harus diikuti aturan dan ketentuannya, sehingga regulasi sistem bahasa akan lebih berkembang sejalan dengan perkembangan interaksi sosial masyarakat tutur dengan lingkungan sekitar. Bahasa merupakan korelasi sintagmatik antara penanda dan petanda yang bekerja sehingga membuahkan sintesa makna. Kenyataan langue adalah produk sosial budaya, dalam pengertian bahwa ia secara terus menerus ditempa di dalam praktik komunikasi yang di dalamnya langue dipelihara prinsip dasarnya, akan tetapi sekaligus diubah secara evolusioner. Konsekuensinya adalah bahwa langue tidak dapat berdiri sendiri secara otonom dalam kaitannya dengan parole, melainkan saling mempengaruhi secara timbal balik. Dengan kata lain, struktur dan relasi bahasa dalam semiotika signifikasi tidak bersifat permanen, melainkan subjek dan transformasi historis ketika ia digunakan di dalam semiotika komunikasi Piliang, 2012 269. Diskursus semiotika al-Qur‟an merupakan refleksi atas konvensi bahasa dalam tataran semantis yang berupaya mengakomodir konstruksi-konstruksi pemaknaan ulang suatu kata. Bahasa al-Qur‟an merupakan salah satu variasi yang dapat dikaji baik secara heuristik maupun retroaktif. Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur kebahasaan atau berdasarkan sistem semiotik tingkat pertama Pradopo 80. Mekanisme kerja model pembacaan ini adalah dengan menekankan sistem kerja antara penanda dan petanda sehingga mampu menghasilkan makna reproduktif dalam satuan wacana. Pembacaan model ini sangat diperlukan guna mencari meaning dalam satuan medan linguistik baik dari sisi morfologi, sintaksis, maupun semantik. Kontekstualisasi meaning yang dimunculkan adalah sebatas kebenaran linguistik baik secara sinkronis maupun diakronis. Sedangkan, pembacaan retroaktif adalah upaya analisis teks untuk memperoleh maknanya dilihat aspek hubungan internal teks ayat-ayat, intekstualitas, kontekstualitas, latar belakang, kritik sejarah dan perangkat studi Ulūm al-Qur‟ān lainnya yang berkaitan dengan konvensi-konvensi di luar konvensi linguistic Imran 49. Model pembacaan ini lebih dikenal dengan model pembacaan tingkat kedua. Model pembacaan kedua ini dirasa lebih luas cakupannya. Seorang interpreter yang berusaha menggali makna secara holistik akan lebih tepat menggunakan model pembacaan tingkat kedua. Berbeda dengan model pembacaan tingkat pertama, yang hanya menekankan pada mekanisme kerja antara penanda dan petanda dalam tingkat meaning. Kata “Semiotika” barasal dari bahasa Yunani “seme”, seperti dalam semeiotikos, yang berarti penafsir tanda Imran, 2011 9. Sebagai suatu disiplin, semiotika berarti ilmu teori tentang lambang dan tanda rambu-rambu lalu lintas, kode morse, sandi. Perintis awal semiotika adalah Plato 427 SM yang memeriksa asal-muasal bahasa dalam Cratylus. Juga Aristoteles yang mencermati kata benda dalam bukunya Poetics dan On Interpretation Imran, 2011 9. Kata semiotika juga memiliki kemiripan makna dengan kata اميس dalam bahasa Arab. Kata tanda dalam al-Quran disebut , sebagaimana dalam al-Fath/48 29. "Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." Di samping itu, al-Quran banyak bercerita tentang tanda. Tanda dalam al-Quran disebut juga al-Aayah contohnya dalam al-Mu‟minun/2350. "Dan telah Kami jadikan Isa putera Maryam Lughawiyah, No. 2, Desember 2020 P-ISSN 2715-8098 E-ISSN 2715-8101 Zahwa Amaly Fiddaraini, Muhammad Ariffur Rohman beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi kekuasaan Kami, dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir." Salah satu pendekatan dalam studi al-Qur‟an yang dapat digunakan dalam bentuk teoritis interprtetatif dalam bingkai linguistik adalah pendekatan semiotika. Kerangka dasar semiotika adalah disiplin keilmuan yang mengkaji fenomena sosial dan kebudayaan merupakan tanda. Disiplin semiotika, digagas oleh salah satu filsuf dan ahli logika berkebangsaan Amerika yaitu Charles S. Peirce. Peirce mengatakan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaanya memiliki hubungan kausal dengan tandatanda atau ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut Berger, 2010 244. Dalam kajian sastra Arab, disiplin ilmu semiotika sering disebut dengan istilah al-simiya‟ , sebagaimana yang diterangkan dalam as-Sima’ wa an-Nash al-Adabi Juga sebagaimana disebutkan dalam al-Simiya‟ wa Ta‟wil “Semion” Ghonimi 13. Dalam kamus “Lisan al-„Arab” karya monumental Ibn al-Manzhur, kata tersebut diberi makna menunjukkan kepada sesuatu atau tanda/isyarat al-isyarah Manzhur, 1441H 381. Para ilmuwan sastra Arab Ubada‟ telah menaruh perhatian lebih terhadap kajian yang berkaitan dengan tanda atau isyarat ini. Dimana dalam berkomunikasi melalui isyarat tersebut, hanya mencukupkan pada tanda/isyarat yang ditunjukkan oleh tangan, mata dan anggota tubuh yang lainnya. Hal tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan sesuatu yang sangat khusus dari sebuah makna. Oleh karenanya, tanda atau isyarat itu lebih dalam cakupan maknanya dibandingkan dengan makna yang terkandung dalam bentuk audio/suara Al-Jahizh, 1998 55. Pendekatan semiotika dalam kajian al-Qur‟an dapat dipergunakan jika al-Qur‟an dipandang sebagai teks historis sehingga harus tunduk terhadap aturan-aturan kebahasaan manusia. Al-Qur‟an sebagai sebuah sistem tanda yang mempunyai kombinasi tanda tertentu sehingga memiliki makna tertentu mengharuskan adanya analisis terhadapnya untuk mengungkap makna-makna yang dikandungnya. Pendekatan semiotika dalam kajian al-Qur‟an tentunya harus berdasarkan aturan-aturan dalam disiplin semiotika sebagaimana telah dan sedang berkembang Rahtikawati, 2013 380. Analisis terhadap al-Qur‟an dengan pendekatan semiotika dapat dimulai dengan menganalisis stuktur bangunan kombinasi kode al-Qur‟an. Pertama, analisis tanda secara individual seperti jenis tanda, mekanisme atau struktur tanda dan makna tanda. Dengan analisis ini, kita dapat mempergunakan, misalnya, tipologi tanda Peirce, yaitu indeks, ikon, dan simbol, atau juga model yang lainnya. Kedua, analisis tanda sebagai sebuah kelompok atau kombinasi, yaitu kumpulan tanda yang membentuk apa yang disebut sebagai teks. Analisis ini melibatkan apa yang disebut dengan rule of combination yang terdiri atas dua aksis, yaitu aksis paradigmatis dan aksis sintagmatis. Ketiga, interaksi antartanda yang dapat menggunakan metafora dan metonim. Metafora adalah interaksi tanda Lughawiyah, No. 2, Desember 2020 P-ISSN 2715-8098 E-ISSN 2715-8101 Zahwa Amaly Fiddaraini, Muhammad Ariffur Rohman yang di dalamnya sebuah tanda dari sebuah sistem digunakan untuk menjelaskan makna sebuah sistem yang lainnya. Adapaun metonim adalah interaksi tanda yang di dalamnya sebuah tanda diasosiasikan dengan tanda lain yang di dalamnya terdapat hubungan bagian dengan keseluruhan Rahtikawati, 2013 351. Semua analisis di atas penting dilakukan sebagai tafsiran restrospektif. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk merekonstruksi makna atau kebenaran awal/orisinal. Untuk menghindari “kebekuan makna” jika dihadapkan dengan realitas kekinian, Derrida menawarkan tafsiran prospektif yang secara eksplisit membuka pintu bagi “indeterminasi makna” dalam sebuah permainan bebas free play. Hal ini dimaksudkan untuk mengungkap hal-hal yang sepertinya tidak pernah terpikirkan unthinkable menjadi terpikirkan thinkeble atau yang tak terbayangkan unimaginable menjadi terbayangkan imaginable Rahtikawati, 2013 351. Pembacaan terhadap Al-Qur‟an juga dapat dilakukan melalui dua tahap, yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan retroaktif. Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan konvensi bahasa, atau berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Pembacaan retroaktif adalah pembacaan berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua, atau berdasarkan konvensi di atas konvensi bahasa. Dua tahapan pembacaan di atas menghasilkan tingkatan makna yang berbeda. Dapat pula dikatakan bahwa pembacaan heuristik adalah pembacaan secara semantik, sedangkan pembacaan retroaktif adalah pembacaan secara hermeneutik. Jika semiotika dirumuskan sebagai ilmu tanda atau signifikasi, pada prinsipnya al-Qur‟an, sebagai salah satu unsur bahasa agama merupakan bidang subur bagi analisis semiotika. Pertama, dalam al-Qur‟an, dunia ciptaan dengan berbagai aspeknya sering digambarkan sebagai tanda Allah, lebih tepat tanda kemahakuasaan atau kemahaesaan Allah. Kedua, al-Qur‟an dapat dianggap sebagai himpunan tanda yang menujukkan makna tertentu yang dapat digali melalui proses interpretasi. Ketiga, teks al-Qur‟an dianggap sebagai himpunan tanda yang menyampaikan pesan atau amanat Ilahi le signifie dernier Mauleman, 1996 39. Ricouer menyebutkan bahwa simbol adalah seluruh ekspresi yang bermakna ganda dan makna utamanya tidak merujuk kepada dirinya sendiri, tetapi kepada makna kedua yang tidak pernah dibeberkan secara langsung Sunardi, 1996 45. Arkoun melihat adanya kesamaan dalam ketiga istilah ini; tanda, simbol dan mitos, yakni ketiganya memiliki fungsi untuk menunjukkan sesuatu di luar dirinya. Namun ia juga melakukan pembedaan antara tanda, simbol dan mitos. Tanda adalah sesuatu yang menunjukkan sesuatu lain di luar dirinya. Sedangkan simbol adalah sesuatu yanag merujuk pada sesuatu yang lain dan sesuatu yang lain itupun merujuk pada rujukan yang baru lagi. Kata merah, misalnya, adalah tanda bagi sesuatu yang memiliki warna tersebut. Namun kata merah tersebut bisa menjadi simbol bila sesuatu yang merah itu makna dari tanda dijadikan tanda lagi untuk hal yang lain, sifat pemberani misalnya. Sedangkan simbol bisa menjadi mitos bila simbol tersebut berada dalam sebuah cerita atau kisah Sunardi, 1996 81. Diskursus semiotika al-Qur‟an merupakan refleksi atas konvensi bahasa dalam tataran semantis yang berupaya mengakomodir konstruksi-konstruksi pemaknaan ulang suatu kata. Bahasa al-Qur‟an merupakan salah satu variasi yang dapat dikaji baik secara heuristik maupun retroaktif. Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur kebahasaan atau berdasarkan sistem semiotik tingkat pertama Pradopo, 2002 80. Mekanisme kerja model pembacaan Lughawiyah, No. 2, Desember 2020 P-ISSN 2715-8098 E-ISSN 2715-8101 Zahwa Amaly Fiddaraini, Muhammad Ariffur Rohman ini adalah dengan menekankan sistem kerja antara penanda dan petanda sehingga mampu menghasilkan makna reproduktif dalam satuan wacana. Pembacaan model ini sangat diperlukan guna mencari meaning dalam satuan medan linguistik baik dari sisi morfologi, sintaksis, maupun semantik. Kontekstualisasi makna yang dimunculkan adalah sebatas kebenaran linguistik baik secara sinkronis maupun diakronis. Sedangkan, pembacaan retroaktif adalah upaya analisis teks untuk memperoleh maknanya dilihat aspek hubungan internal teks ayat-ayat, intekstualitas, kontekstualitas, latar belakang, kritik sejarah dan perangkat studi Ulum al-Qur‟an lainnya yang berkaitan dengan konvensi-konvensi di luar konvensi linguistik Imran, 2011 49. Model pembacaan ini lebih dikenal dengan model pembacaan tingkat kedua. Model pembacaan kedua ini dirasa lebih luas cakupannya. Seorang interpreter yang berusaha menggali makna secara holistik akan lebih tepat menggunakan model pembacaan tingkat kedua. Berbeda dengan model pembacaan tingkat pertama, yang hanya menekankan pada mekanisme kerja antara penanda dan petanda dalam tingkat meaning. Dalam artikel ini penulis akan meneliti tentang penafsiran para ulama terhadap terma nun, al-qalam dan yasthurun pada surat al-Qalam yang terdapat dalam ayat pertama. Penulis akan menggunakan teori aksis paradigmatik dan aksis sintagmatis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara ilmiah tanda-tanda dan lambang-lambang verba. Penelitian ini berupaya untuk mengkonstruksi makna bahasa al-Qur‟an dengan sistem tanda. Sejauh pengetahuan penulis terdapat beberapa penelitian yang memiliki kesamaan baik dalam pendekatan dan teori yang digunakan, maupun objek kajian yang sama. Diantara penelitian tersebut adalah Kajian Semiotika dalam Penafsiran Al-Qur‟an Hasan 2016 549-558. Penelitian tersebut mencoba untuk menganalisa efektifitas kajian semiotika dalam upaya menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an guna mendapatkan nuansa penafsiran yang lebih komprehensif. Penelitian selanjutnya adalah Semiotika Al-Qur‟an Representasi Makna Verba Reflektif Perilaku Manusia Dalam Surat Al-Ma‟un dan Bias Sosial Keagamaan Hanafi, 2018, 15-30. Penelitian tersebut mendeskripsikan maknanya dalam bias sosial keagamaan. Metode yang digunakan adalah kualitatif interpretatif. Berikutnya penelitian dengan judul Pendekatan Semiotika dan Penerapannya dalam Teori Asma‟ Al-Qur‟an Lukman, 2015 207-226. Penelitian tersebut melihat prinsip-prinsip semiotika dan bagaimana contoh penerapannya dalam studi al-Qur‟an. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitan sebelumnya adalah penulis menggunakan pendekatan semiotik dengan teori Interaksi antartanda/metafora dan metonim dengan menggunakan hasil penafsiran para ulama terhadap terma yang terdapat dalam al-Quran surat al-Qalam ayat satu sebagai objek penelitiannya. Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan sebagai lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang bersifat melengkapi. Penelitian ini penting dilakukan sebagai upaya memberikan pemaknaan baru kepada ayat-ayat al-Qur‟an yang sesuai dengan konteks zamannya dengan menggunakan ilmu-ilmu modern yang telah berkembang khususnya dalam bidang ilmu kebahasaan dan kesusastraan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan Semiotika. Metode semiotika pada dasarnya bersifat kualitatif-interpretatif interpretation, yaitu sebuah metode yang berfokus kepada tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode decoding di balik tanda dan teks tersebut. Lughawiyah, No. 2, Desember 2020 P-ISSN 2715-8098 E-ISSN 2715-8101 Zahwa Amaly Fiddaraini, Muhammad Ariffur Rohman Di antara salah satu metode interpretatif tersebut ialah metode deskriptif analitik, yakni dengan mendeskripsikan terlebih dahulu terma-terma penting kajian kemudian dilanjutkan dengan menganalisisnya satu persatu. Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitik yang mana penulis akan terlebih dahulu melakukan pendeskripsian terhadap terma-terma penting. Kemudian akan penulis lanjutkan dengan memaparkan dan menganalisisnya satu-persatu terma-terma yang menjadi obek kajian dalam penelian ini. Untuk mempertajam kajian penulis juga akan memaparkan pandangan-pandangan para ahli baik dalam bidang semiotika maupun dalam bidang penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an, hal ini penulis anggap perlu untuk mencari titik temu setelah adanya perbandingan. Maka disamping dengan metode deskripif dan analitik penulis juga berupaya memaksimalkan metode komparatif. Pengumpulan data merupakan salah langkah penting dalam melaksanakan penelitian. Melalui pengumpulan data, akan diperoleh informasi penting, sahih, dan terpercaya, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tahapan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan teknik dokumentasi, karena informasi yang dikaji bersumber dari dokumen, yakni kitab suci Al-Qur‟an. Tahapan selanjutnya adalah analisis data, tahap ini merupakan tahapan yang menentukan, karena kaidah-kaidah yang mengatur keberadaan objek penelitian harus sudah diperoleh. Penemuan kaidah-kaidah tersebut merupakan dari inti dari penelitian, betapapun sederhananya kaidah yang ditemukan. Data dianalisis dengan pendekatan kualitatif, data yang dianalisis secara kualitatif ini disajikan dalam bentuk uraian. Adapun analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis tanda individual. Kemudian langkah selanjutnya adalah analisis tipologi tanda, yaitu dengan mengidentifikasi verba reflektif dalam konvensi bahasa hingga satuan terbesar dengan berdasarkan objek semiotik. Setelah dilakukan tahapan analisis makna tanda, maka langkah selanjutnya adalah memunculkan makna denotasi tentang verba reflektif dalam pembacaan semiotis. Upaya ini merupakan langkah terakhir dalam sistem kerja tanda semiotika dalam merepresentasikan tanda-tanda dalam alQur‟an. HASIL DAN PEMBAHASAN Sekilas tentang Surah al-Qalam Al-Qalam merupakan jenis surah Makkiyyah, terdiri dari 52 ayat. Surat ini berisikan pembelaan terhadap Rasululah saw. dan pemantapan keinginan hatinya agar tetap teguh pada kebenaran tanpa harus mengalah pada siapa pun. Dalam surat ini, siksa yang diterima oleh penduduk Mekah dianalogikan dengan apa yang diderita oleh pemilik kebun yang ceritanya dituturkan di dalam surat ini. Diterangkan juga berita gembira untuk orang-orang Mukmin dari sisi Tuhan dan bahwa mereka itu tidak sama dengan orang-orang kafir. Selain itu, surat ini berisi penolakan terhadap kepalsuan para pendusta yang menyandangkan sesuatu yang tidak benar untuk diri mereka, ancaman terhadap mereka berupa penjelasan keadaan mereka di akhirat dan nasehat kepada Rasulullah SAW untuk selalu sabar dan tabah. Surah ini ditutup dengan keterangan tentang kemuliaan al-Qur'ân. Nun adalah salah satu huruf fonemis yang digunakan untuk memulai sebagian surat-surat al-Qur'ân sebagai tantangan kepada orang-orang yang mendustakannya dan gugahan terhadap orang-orang yang mempercayainya. Al-Qalam adalah surat ke-68. Diturunkan di Makkah pada awal kenabian. Pada urutan kedua setelah surat al-'Alaq dan sebelum surat al-Muzammil. Sebagian ulama berpendapat urutannya Lughawiyah, No. 2, Desember 2020 P-ISSN 2715-8098 E-ISSN 2715-8101 Zahwa Amaly Fiddaraini, Muhammad Ariffur Rohman terbalik, surat al-Muzammil pada urutan ke-2 dan al-Qalam sesudahnya. Nama surat ini al-Qalam. Mengingatkan pada surat sebelumnya, surat al-„Alaq, yang menyatakan bahwa Tuhan mengajarkan manusia dengan pena. Menarik bahwa kedua surat paling awal ini menyinggung peranan pena sebagai alat belajar mengajar. Kaya dan syarat dengan etos tradisi keilmuan. Surat ini diberi nama al-Qalam, yang berarti pena. Sebuah isyarat agar kaum Muslimin manjadi umat terdidik. Surat ini dimulai dengan huruf muqatha‟at “Nûn”. Disusul dengan sumpah pena. Huruf “Nûn”. Sebagian ulama melambangkan tinta atau tempat tinta sebagai pasangan pena Khoirudin, 2014 20. Nun, Wa al-Qalami Wa YasturunMenurut Para Mufasir Pandangan para mufassir tentang nun, al-qalam dan yasthurun sangat bervariatif. Tiga terma tersebut yakni “nun”, “al-Qalam” dan “yasthurun” disebutkan secara berurutan pada ayat pertama dalam surat al-Qalam. Adapun beberapa pandangan para mufasir tentang tiga terma tersebut adalah sebagai berikut Al-Qalam merupakan jenis surat Makkiyyah, terdiri dari 52 ayat. Surat ini berisikan pembelaan terhadap Rasululah saw. dan pemantapan keinginan hatinya agar tetap teguh pada kebenaran tanpa harus mengalah pada siapa pun. Dalam surat ini, siksa yang diterima oleh penduduk Mekah dianalogikan dengan apa yang diderita oleh pemilik kebun yang ceritanya dituturkan di dalam surat ini. Diterangkan juga berita gembira untuk orang-orang Mukmin dari sisi Tuhan dan bahwa mereka itu tidak sama dengan orang-orang kafir. Selain itu, surat ini berisi penolakan terhadap kepalsuan para pendusta yang menyandangkan sesuatu yang tidak benar untuk diri mereka, ancaman terhadap mereka berupa penjelasan keadaan mereka di akhirat dan nasehat kepada Rasulullah SAW untuk selalu sabar dan tabah. Surat ini ditutup dengan keterangan tentang kemuliaan al-Qur'ân. Nûn adalah salah satu huruf fonemis yang digunakan untuk memulai sebagian surat-surat al-Qur'ân sebagai tantangan kepada orang-orang yang mendustakannya dan gugahan terhadap orang-orang yang mempercayainya. Al-Qalam adalah surat ke-68. Diturunkan di Makkah pada awal kenabian. Pada urutan kedua setelah surat al-'Alaq dan sebelum surat al-Muzammil. Sebagian ulama berpendapat urutannya terbalik, surat al-Muzammil pada urutan ke-2 dan al-Qalam sesudahnya. Nama surat ini al-Qalam. Mengingatkan pada surat sebelumnya, surat al-„Alaq, yang menyatakan bahwa Tuhan mengajarkan manusia dengan pena. Menarik bahwa kedua surat paling awal ini menyinggung peranan pena sebagai alat belajar mengajar. Kaya dan syarat dengan etos tradisi keilmuan. Surat ini diberi nama al-Qalam, yang berarti pena. Sebuah isyarat agar kaum Muslimin manjadi umat terdidik. Surat ini dimulai dengan huruf muqatha‟at “Nûn”. Disusul dengan sumpah pena. Huruf “Nûn”. Sebagian ulama melambangkan tinta atau tempat tinta sebagai pasangan pena Khoirudin, 2014 20. Makna NunPara mufasir berbeda pendapat tentang arti huruf Nûn. Nûn ditafsirkan seperti huruf-huruf abjad. Huruf itu yang terletak pada permulaan sebagian surat-surat al-Qur‟an seperti Alif lâm mîm, Alif lâm râ, Alif laam mîm shâd dan sebagainya Khoirudin, 2014 21. Ada juga, di antara ahli-ahli tafsir yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah. Karena dipandang termasuk ayat-ayat mutasyâbihât, dan ada pula yang berani menafsirkannya, dengan kehati-hatian. Sementara itu, ada golongan yang menafsirkan Nûn. Mereka memandang Nûn sebagai nama surat. Huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian. Supaya para pendengar memperhatikan al-Qur‟an. Fungsinya Lughawiyah, No. 2, Desember 2020 P-ISSN 2715-8098 E-ISSN 2715-8101 Zahwa Amaly Fiddaraini, Muhammad Ariffur Rohman untuk mengisyaratkan bahwa al-Qur‟an itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab. Al-Qur‟an tersusun dari huruf-huruf abjad hijaiyah yang memiliki nilai sastra yang tinggi dan luar biasa. Seakan Allah sengaja menantang manusia. Jika manusia tidak percaya, al Qur‟an diturunkan dari Allah. Al-Qur‟an bukanlah karya Muhammad saw. Coba, manusia membuat kalimat semacam al-Qur‟an. Tentu manusia tidak akan mampu. Quraisy Shihab menafsirkan huruf Nûn sebagai salah satu huruf fonemis yang digunakan oleh al-Qur‟an. Di sini Nûn digunakan sebagai pembuka. Sebagaimana pembuka surat-surat al-Qur‟an lainnya. Penempatannya pada awal surat dipahami oleh sebagian ulama sebagai tantangan kepada orang-orang yang meragukan al-Qur‟an sebagai kalam Allah. Dengan huruf-huruf tersebut seakan Allah berkata, Al-Qur‟an terdiri dari kata-kata yang tersusun dari huruf-huruf fonemis yang kamu kenal, misalnya Nûn, atau alif, lam, mim. Cobalah buat dengan menggunakan huruf-huruf itu suatu susunan kalimat walau hanya sebanyak satu surat yang terdiri dari tiga ayat guna menandingi keindahan bahasa al-Qur‟an. Pasti kamu akan gagal. Hamka menafsirkan Nûn, bukan semata-mata huruf Nûn lengkung bertitik satu di atas, yaitu huruf yang ber-makhraj di pertemuan ujung langit-langit dan dikeluarkan melalui hidung, yang dinamai juga huruf sengau. Hamka menyebutkan bahwa Nûn adalah sebuah nama ikan besar di laut sebangsa ikan paus. Ikan itulah yang menelan Nabi Yunus. Ketika ia meninggalkan negerinya. Karena kecewa melihat kekufuran kaumnya. Penafsiran ikan bernama Nûn yang menelan Nabi Yunus ini oleh Hamka dihubungkan dengan ayat-ayat terahir dari surat ini, yaitu ayat 48, 49, dan 50. Karena tiga ayat tersebut menceritakan tentang Nabi Yunus yang ditelan ikan. Penafsiran ini dikuatkan oleh surah al-Anbiya ayat 87 menyebut Nabi Yunus dengan Zan Nûn. Menurut Ar-Razi tafsir demikian diterima dari Ibnu Abbas, Mujahid, Muqatil, dan As Suddi. Bagi para sufi, ayat pertama surah Al-Qalam ayat 1, yaitu Nun, wa al-Qalam, wa Ma Yasthurun Nun, demi pena dan apa yang dituliskannya, bermakna amat dahsyat. Misteri ayat ini diungkap para sufi dengan perspektif sangat berbeda dibanding makna dalam kitab-kitab tafsir kontemporer. Ternyata tiga komponen dalam ayat ini, yaitu nun, qalam, dan lembaran menjadi asal usul segala ciptaan Tuhan. Aziz al-Din Nasafi Wafat 695H/1295M, seorang sufi dari Bani Kubrawi, yang pikirannya banyak dipengaruhi oleh Ibnu Arabi, menjelaskan bahwa nun adalah „bak tinta‟. Sedangkan qalam adalah pena, yang merupakan substansi pertama atau biasa disebut sebagai akal pertama, dan lembaran ma yasthurun ialah lembaran yang terpelihara lauh mahfuz atau ummul kitab. Nun sebagai bak tinta adalah tempat menyimpan tinta, merupakan kelengkapan pena untuk menulis. Nun dihubungkan dengan QS Al-Kahfi 109, “Katakanlah „Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula‟.” Berbeda dengan Ibnu Arabi yang mengartikan nun dengan malaikat yang diperintah untuk menggunakan pena itu untuk menulis. Pendapat sama juga dikemukakan Imam Ja‟far. Sebagian lagi mengartikan nun sebagai sungai di surga dan sejenis ikan yang pernah menyelamatkan Nabi Yunus. Bagi Ibnu Arabi, nun ialah malaikat yang melukis semua kejadian. Sang penulis memiliki pengetahuan majemuk dan beraneka ragam. Nun dan penanya aktif memberi pengaruh, sedangkan lembaran atau kanvas tempat menuangkan tulisan bersifat reseptif. Jadi, menurutnya, nun wa Lughawiyah, No. 2, Desember 2020 P-ISSN 2715-8098 E-ISSN 2715-8101 Zahwa Amaly Fiddaraini, Muhammad Ariffur Rohman alqalam wa ma yasthurun adalah hierarki antara Tuhan dan makhluk-Nya. Makna al-Qalam Dalam al-Qur‟an terdapat empat terma atau lafaz “al-Qalam” yakni pada surat Luqman ayat 27, al-Qalam ayat 1, al-A‟laq ayat 4 dan Ali Imran ayat 44. Berikut adalah redaksi ayat tersebut QS. Luqman 27 “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut menjadi tinta, ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya dituliskan kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Al-Qalam 1 “Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis” Al-A‟laq 4 “Yang mengajar manusia dengan perantaran kalam” Ali Imran 44 “Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada kamu ya Muhammad; padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka untuk mengundi siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.” Dalam Ibnu Katsir, kata “wal qalami” demi kalam, secara lahiriyah berarti “demi pena”. Allah bersumpah dengan pena. Alat yang digunakan untuk menulis. Seperti kata Allah dalam surat al-„Alaq Ayat 4, “Dia yang mengajarkan dengan pena”. Wa al-qalam adalah sumpah Tuhan qasm pertama dalam Alquran yang turun tidak lama setelah lima ayat pertama Iqra’ bi ismi Rabbikalladzi khalaq, khalaqa al-insana min alaq, iqra’ warabbuka al-akram, alladzi allama bi al-qalam, allama al-insana ma lam ya’lam. Pena atau kalam, sebagaimana juga disinggung dalam ayat keempat tadi, merupakan ciptaan Allah yang pertama dari tiada menjadi ada melalui kun fa yakun. Dalam sebuah hadis yang sering muncul dalam kitab-kitab tasawuf, pena ini diperintah dengan kata-kata, “Tulislah pada lingkaran pertama ini, yaitu lembaran Tuhan.” Pena lalu menjawab, “Wahai Tuhan, apa yang harus aku tulis?” Perintah berikutnya muncul, “Tulislah segala sesuatu yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi hingga hari kebangkitan.” Pena menulis semuanya, sesudah itu pena menjadi kering. “Tuhan telah selesai dengan penciptaan, persediaan, dan ketentuan-ketentuan yang pasti.” “Nun, Demi pena dan apa yang mereka tulis.” Qs. al-Qalam [68]1 Qalam artinya alat menulis atau sesuatu yang dengannya dapat digunakan untuk menulis. Sedangkan lafadz yasthurun dalam ayat di atas merupakan kata kerja yang derivatnya adalah sa-tha-ra yang bermakna tersusunya kata per kata dalam satu halaman, tercabut sesuatu dari pohon, atau bermakna orang-orang yang berdiri. Tatkala disebutkan “sathara fulanu kadza” maknanya bahwa orang itu telah menulis baris satr demi baris satr. Al-Maraghi mengatakan bahwa Allah SWT bersumpah dengan kalam pena dan kitab untuk membuka pintu pengajaran dengan keduanya itu, karena Tuhan kita tidak akan bersumpah kecuali dengan urusan-urusan yang besar. Apabila Allah bersumpah dengan matahari dan bulan, malam dan fajar, maka itu disebabkan Lughawiyah, No. 2, Desember 2020 P-ISSN 2715-8098 E-ISSN 2715-8101 Zahwa Amaly Fiddaraini, Muhammad Ariffur Rohman besarnya makhluk dan penciptaannya. Dan jika Dia bersumpah dengan qalam dan kitab, maka hal itu menunjukkan luasnya ilmu dan pengetahuan yang dengannya jiwa dididik. Para mufassir memberikan kemungkinan lain bahwa yang dimaksud dengan qalam dan tulisan yang disebutkan dalam ayat ini boleh jadi mencakup salah satu batin dari batin al-Qur‟an seperti yang disebutkan bahwa yang dimaksud dengan qalam adalah qalam penciptaan; karena qalam pertama adalah sebuah entitas yang diciptakan oleh Allah SWT. Dalam hadis disebutkan bahwa qalam merupakan entitas pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Maka jika diteliti dengan menggunakan pendekatan semiotik berbagai macam pemaknaan terma al-Qalam yang telah dilakukan oleh para mufasir semua hanya melakukan spekulasi makna yang paling mendekati dengan apa yang dikehendaki oleh Allah Sang pemilik kalam Ayat-ayat yang dimaksud dalam penelitian ini. Dalam Tafsir al-Misbah, Al-Qalam berarti pena. Alat tulis apa pun termasuk komputer, laptop, gadget, dan tablet tercanggih. Ada yang berpendapat bahwa al-qalam bermakna pena tertentu. Seperti pena yang digunakan oleh para malaikat untuk menulis takdir baik dan buruk manusia. Pena pencatat segala kejadian yang tercatat dalam Lauh Mahfuz. Pena yang digunakan oleh para sahabat untuk menuliskan al-Qur‟an. Pena yang digunakan untuk menuliskan amal baik dan amal buruk yang dilakukan manusia. Baik qalam dengan makna penciptaan, pena, laptop, hape maupun dengan makna pena husus alat unyuk mencatat di lauh al-Mahfudz semua merupakan hasil pemaknaan yang melibatkan antara penanda dan petanda sebagai acuan dalam melahirkan intepretasi makna yang dianggap paling mendekati apa yang sebenarnya dikehendaki Allah Sang pemilik kalam. Makna YasthurunPemahaman tentang “wa mâ yasthurûn” yang berarti “dan apa yang mereka tulis” harus dikaitkan dengan makna al-qalam. Dengan demikian yang ditunjuk oleh kata “mereka” dapat dipahami dalam arti malaikat, sahabat Nabi, para penulis wahyu, atau manusia kita semua seluruhnya. Tidak begitu substatif tentang siapa “mereka”. Karena yang terpenting ialah kata “tulis”. Menurut Ar-Razi ada pula yang menafsirkan bahwa “mereka” disini ialah malaikat-malaikat yang menuliskan segala amal perbuatan manusia. Sebab dalam surah al-Infithar ayat 10, dan 11 tentang malaikat-malaikkat yang mulia yang ditugaskan oleh Allah menuliskan segala amal perbuatan manusia dan menjaganya. “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada malaikat-malaikat yang mengawasi pekerjaanmu, yang mulia di sisi Allah dan mencatat pekerjaan-pekerjaanmu itu.” Tentang pembahasan ini para ulama juga menyandarkan pemahamannya kepada hadist Rasulullah SAW. diriwayatkan oleh Ibnu Asakir, dari Abu Abdullah maula Bani Umayyah, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah mendenaar Rasulullah SAW bersabda " “Sesungguhnya sesuatu yang mula-mula diciptakan oleh Allah adalah al-qalam, kemudian Allah menciptakan nun yaitu tinta, lalu Allah berfirman kepada al-qalam, "Tulislah!" Al-qalam bertanya, "Apa yang harus aku tulis?" Allah berfirman, "Tulislah segala sesuatu yang Lughawiyah, No. 2, Desember 2020 P-ISSN 2715-8098 E-ISSN 2715-8101 Zahwa Amaly Fiddaraini, Muhammad Ariffur Rohman akan terjadi, atau segala sesuatu yang akan ada, dari amal perbuatan, atau rezeki atau jejak atau ajal.” Maka al-qalam menulis semuanya itu sampai hari kiamat. Itulah yang dimaksud oleh firman Allah SWT, "Nun, demi qalam dan apa yang mereka tulis, Al-Qalam 1." Kemudian al-qalam dikunci, maka ia tidak berbicara sampai hari kiamat. Kemudian Allah menciptakan akal, lalu Allah berfirman, "Demi keagungan-Ku, sungguh Aku benar-benar akan menyempurnakanmu terhadap orang yang Aku sukai, dan sungguh Aku benar-benar akan mengurangimu terhadap orang yang Aku murkai.” Nun wa al-Qalami wa yasthurun dalam Tinjauan Semiotik a Rule of combination/ aksis paradigmatis dan aksis sintagmatis. b Interaksi antartanda/metafora dan metonim c Heuristik dan pembacaan retroaktif/pembacaan secara semantic dan pembacaan secara hermeneutic. SIMPULAN Sebagaimana yang telah penulis sampaikan di awal bahwa penelitiaan ini bertujuan untuk mengetahui makna baru dari terma Nun, al-Qalam, dan Yasturun dengan menggunakan pendekatan dan teori modern yakni semiotik. Berdasarkan data yang telah penulis paparkan dalam bab pembahasan dan beberapa fakta pemaknaan dan penafsiran ayat-ayat hususnya yang menjadi konsen pada penelitian ini yang berkembang dan beredar di tengah masyarakat pengkaji al-Qur‟an mayoritas menggunakan riwayat relatif sedikit yang melakukan kajiannya dengan menggunakan isyari atau aqliyah yang dalam perkembangan teori modern dapat digolongkan kedalan semiotik sebagaimana beberapa data yang banyak mengarah pada kedekatan keduanya. Adapun interpretasi yang lahir dari metode semiotika adalah adanya hubungan yang saling berkaitan erat antara nun, qalam dan yasturun sebagain tanda, citra bunyi yang dihasilkan darinya sebagai signifier penanda dan ragam makna dan pemahaman yang lahir darinya sebagai signified petanda. Sementara hasil analisis yang membuktikan adanya kedekatan antara metode intepretasi mutaqaddimin/ dahulu dengan intepretasi muta‟akhirin/ moderen adalah sebagaimana pembacaan dengan menggunakan teori Interaksi antartanda/metafora dan metonim Nun adalah „bak tinta‟. Nun sebagai bak tinta adalah tempat menyimpan tinta, merupakan kelengkapan pena untuk menulis. Nun juga dimaknai sebagai sungai di surga. Nun dihubungkan dengan QS Al-Kahfi 109. Adapun dengan menggunakan pembacaan teori Heuristik dan pembacaan retroaktif/pembacaan secara semantik dan pembacaan secara hermeneutik, nun adalah malaikat yang diperintah untuk menggunakan pena untuk menulis. Nun ialah malaikat yang melukis semua kejadian pada lembaran atau kanvas tempat menuangkan tulisan. Jadi, nun wa al-qalam wa ma yasthurun adalah hierarki antara Tuhan dan makhluk-Nya. DAFTAR RUJUKAN Al-Jahizh. 1998. al-Bayan wa al-Tabyin, ditahqiq oleh Abd Salam M. Harun. Kairo Khanaji. Berger, A. A. 2010. Semiotika Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer. Jakarta Tiara Wacana. Hanafi, W. 2018. Semiotika Al-Qur‟an Representasi Makna Verba Reflektif Perilaku Manusia dalam Surat Al-Mā‟ūn dan Bias Sosial Keagamaan. Al-Lahjah, 2 2, 15-30. Hasan, D. B. N. 2016. Kajian Semiotika dalam Penafsiran al-Qur‟an. Prosiding. Konferensi Nasional Bahasa Arab II. Malang. 15 Oktober 2016. 549-558. Lughawiyah, No. 2, Desember 2020 P-ISSN 2715-8098 E-ISSN 2715-8101 Zahwa Amaly Fiddaraini, Muhammad Ariffur Rohman Imran, A. 2011. Semiotika Al-Qur’an Metode dan Aplikasi Terhadap Kisah Yusuf. Yogyakarta Teras. Khoirudin, A. 2014. Tafsir Gerakan al-Qalam. Yogyakarta Surya Mediatama. Lukman, F. 2015. Pendekatan Semiotika dan Penerapannya dalam Teori Asma‟ Al-Qur‟an. Religia Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, 18 2, 207-226. Manzhur, I. 1414 H. Lisān al-Arab. Jilid 12. Cet. ke-3. Beirut Dar Shadir. Mauleman, J. H. Sumbangan dan Batas Semiotika dalam Ilmu Agama. Studi Kasus tentang Pemikiran Muhammad Arkoun. Dalam Meuleman ed. 1996. Tradisi Kemodernan dan Metamodernisme Memperbincangkan Pemikiran Muhammad Arkoun. Yogyakarta LKiS. Piliang, Y. A. 2012. Semiotika dan Hipersemiotika Kode, Gaya, dan Matinya Makna. Bandung Matahari. Pradopo, R. Dj. 2002. Kritik Sastra Indonesia-Modern. Yogyakarta Gama Media. Rahtikawati, Y & Rusman, D. 2013. Metodologi Tafsir Al-Qur’an. Strukturalisme, Semantik, Semiotik dan Hermeunetik. Bandung CV Pustaka Setia. Sunardi, St. 1996. Membaca Quran Bersama Mohammed Arkoun. Dalam Meuleman ed. 1996. Tradisi Kemodernan dan Metamodernisme Memperbincangkan Pemikiran Muhammad Arkoun. Yogyakarta LKiS. ... Huruf nun, bagi Hamka, berhubungan dengan nama ikan paus yang menelan Nabi Yunus. Sementra itu, menurut Imad Zuhair Hafidz, huruf nun adalah huruf muqata'ah yang memiliki kandungan makna simbol mukjizat Al-Qur'an dan merupakan bagian dari susunan ilmu huruf, kemudian Allah bersumpah demi ilmu huruf itu Fiddaraini and Rohman 2020. ...... Penulis itu menguasai banyak ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Allah, dari huruf nun dan penanya yang selalu memberikan pengaruh dan bekas tertulis dalam lembaran ma yasthurun. Dengan demikian, simbol dari huruf nun qalam, dan yasthurun merupakan sebuah hubungan hierarkis antara yang Maha Kuasa Tuhan dengan makhluk-Nya Fiddaraini and Rohman 2020. ...p>Semiotics is the study of signs, symbols, and communication in people’s lives. This study which analyzes the letter nun in the Arabic Alphabet using Ferdinand de Saussure’s theory of semiotics, “dyadic semiotics” aims to reveal the breadth and depth of the meaning of the letter nun at the beginning of Surah al-Qalam. This study uses a descriptive method with a content analysis study approach, comprising data collection, data processing, and interpretation. The source of data are the Arabic script. The results of the study show that the ontological symbol for the letter nun is a means of teaching the sign through an established paradigm of semiotics to investigate the meaning element of the letter nun, which is the symbol of the Golden Embryo as a form of symbolic interaction throughout the cosmic order to reproduce and fertilize the world’s egg cell which is symbolized by the cup-like element of the letter nun as the “ovary” and the dot of the letter as a symbol of the fusion between the egg cell and sperm cell’ to become the seed of the eternal universe towards the point of perfection of cosmic semiotic regeneration. All cosmic semiotic processes always occur in all life processes such as the semiotic processes that occur through human reproductive organs such as the testes in males and the ovaries in females in every fertilization process of the zygote. Every order of the cosmos, including human beings, originates from the process of two forms of signs, namely, that which can be seen and observed signifier and that which is only to be thought about through ideas signified.
nunwalqolami wama yasturun at 5:44 AM No comments: Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook Share to Pinterest. Saturday, January 15, 2011. Dinette Sets to Decorate Your Kitchen. Kitchen designs are vital in the formation of an atmosphere known as home. Kitchen tables are the places where memories are born, stories told, dreams
Assalamualaikumwr wb.Teman2 kita Hari Ini Akan Membuat kaligrafi " Nun Walqolami Wama Yasturun" Bermotifkan abstrac, yg dalam hal ini kita menggunakan peral
nsc6zt. 0co2prkl4e.pages.dev/80co2prkl4e.pages.dev/3230co2prkl4e.pages.dev/4510co2prkl4e.pages.dev/3400co2prkl4e.pages.dev/1950co2prkl4e.pages.dev/3270co2prkl4e.pages.dev/3960co2prkl4e.pages.dev/91
nun walqolami wama yasturun artinya