ManfaatDan Kandungan Bahan Hewani Dan Nabati Sebagi Produk Pembersih posted: 26 July 2022 10.52 - Berikut ini beberapa kandungan bahan hewani dan nabati sebagi produk pembersih dan informasi yang membahas mengenai manfaat dan serta artikel lain yang berhubungan dengan topik tersebut di manfaat.org

Protein adalah nutrisi penting bagi tubuh manusia yang pada dasarnya memiliki beragam manfaat bagi tubuh, termasuk kegunaan protein ini sebagai sumber bahan bakar yang menyediakan kepadatan energi sebanyak karbohidrat 4 kkal 17 kJ per gram, sebaliknya, lipid menghasilkan 9 kkal 37 kJ per gram. Aspek terpenting dan ciri khas protein dari sudut pandang gizi adalah komposisi asam amino. Selama pencernaan manusia, protein dipecah dalam lambung menjadi rantai polipeptida yang lebih kecil melalui asam klorida dan aksi protease. Langkah ini penting untuk dipahami sebagai penyerapan asam amino esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Oleh karena itulah protein bisa diperoleh dari tumbuh-tumbuahan yang dinamakan protein nabati. Contohnya saja seperti tempe, tahu, kacan-kacangan. Bisa juga diperoleh dari hewan yang dinamakan protein hewani, misalnya telur, daging ayam, dan susu. Protein adalah nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk pertumbuhan dan pemeliharaan. Selain dari air, protein juga menjadi jenis molekul yang paling berlimpah dalam tubuh, sehingga protein dapat ditemukan di semua sel tubuh dan merupakan komponen struktural utama dari semua sel dalam tubuh, terutama otot. Penjelasan ini juga mengidentifikasi berbagai organ tubuh termasuk rambut dan kulit. Oleh kareanya protein juga digunakan dalam membran, seperti glikoprotein. Ketika dipecah menjadi asam amino, mereka digunakan sebagai prekursor untuk asam nukleat, ko-enzim, hormon, respon imun, perbaikan sel, dan molekul lain yang penting untuk kehidupan. Selain itu, protein diperlukan untuk membentuk sel darah. Protein Nabati dan Hewani Protein nabati dan dan protein hewani adalah makronutrien yang penting untuk membangun massa otot. Kandungan protein ini umumnya ditemukan dalam produk hewani, meskipun juga ada di sumber lain, seperti kacang-kacangan yang disebut dengan protein nabati. Disisi lain berbagai jenis protein nabati dan hewani adalah rantai polimer yang terbuat dari asam amino yang dihubungkan bersama oleh ikatan peptida. Ada sembilan asam amino esensial yang harus diperoleh manusia dari makanannya untuk mencegah malnutrisi protein energi dan mengakibatkan kematian. Setidaknya, adalah sembilan asam amino tersebut antara lain fenilalanin, valin, treonin, triptofan, metionin, leusin, isoleusin, lisin, dan histidin. Ada perdebatan mengenai apakah ada 8 atau 9 asam amino esensial. Konsensus tampaknya condong ke arah 9 karena histidin tidak disintesis pada orang dewasa. Ada lima asam amino yang dapat disintesis manusia dalam tubuh, yaitu; Alanin Asam aspartat Asparagin Asam glutamat Serin Ada enam asam amino esensial bersyarat yang sintesisnya dapat dibatasi di bawah kondisi patofisiologis khusus, seperti prematuritas pada bayi atau individu-individu dalam tekanan katabolik yang parah. Keenamnya adalah arginin, sistein, glisin, glutamin, prolin, dan tirosin. Contoh Protein Nabati Berikut ini contoh-contoh makanan yang mengandung protein nabati, antara lain sebagai berikut; Tahu, Tempe, dan Edamame Produk kedelai seperti tahu, tempe, dan edamame adalah salah satu sumber protein terkaya dalam makanan nabati. Kandungan protein tersebut bervariasi sesuai dengan bagaimana kedelai disajikan, misalnya Tahu dadih kedelai mengandung sekitar 10 g protein per ½ gelas; Kacang edamame kedelai belum matang mengandung 8,5 g protein per ½ gelas; Tempe mengandung sekitar 15 g protein per ½ gelas. Orang bisa mencoba tahu, sebagai pengganti daging, dalam sandwich atau sup. Tahu juga merupakan pengganti daging yang populer di beberapa hidangan, seperti ayam kung pao dan ayam asam manis. Produk kedelai ini juga mengandung kadar kalsium dan zat besi yang baik, yang membuatnya menjadi pengganti yang sehat untuk produk susu. Lentil Lentil merah atau hijau mengandung banyak protein, serat, dan nutrisi penting, termasuk zat besi dan kalium. Lentil yang dimasak mengandung 8,84 g protein per ½ gelas. Lentil bisa dikatakan sebagai salah satu sumber protein yang bagus untuk menambah rutinitas makan siang atau makan malam, apalagi jikalau komposisi makanan ini dapat ditambahkan ke semur, kari, salad, atau nasi untuk memberikan porsi protein tambahan. Buncis Kacang buncis yang dimasak mengandung protein tinggi, mengandung sekitar 7,25 g per ½ gelas. Buncis dapat dimakan panas atau dingin, dan sangat fleksibel dengan banyak resep. Buncis dapat, misalnya, ditambahkan ke semur dan kari, atau dibumbui dengan paprika dan dipanggang dalam oven. Kacang tanah Kacang kaya protein, penuh lemak sehat, dan dapat meningkatkan kesehatan jantung. Kandungan protein dalam sekitar 20,5 g protein per ½ gelas. Selai kacang juga kaya protein, dengan 8 g per sendok makan, membuat sandwich selai kacang menjadi camilan protein lengkap yang menyehatkan. Almond Almond setidaknya menawarkan kandungan 16,5 g protein per ½ gelas. Selain itu juga mengandung vitamin E dalam jumlah yang baik, yang sangat bagus untuk kulit dan mata. Spirulina Spirulina adalah ganggang biru atau hijau yang mengandung sekitar 8 g protein per 2 sendok makan. Ini juga kaya akan nutrisi, seperti zat besi, vitamin B meskipun tidak vitamin B-12 dan mangan. Spirulina tersebut bisa sebagai bubuk atau suplemen yang bisa ditambahkan ke air, smoothie, atau jus buah. Seseorang juga dapat menaburkannya di atas salad atau makanan ringan untuk meningkatkan kandungan proteinnya. Quinoa Quinoa adalah biji-bijian dengan kandungan protein tinggi, dan merupakan protein yang lengkap. Quinoa yang dimasak mengandung 8 g protein per cangkir. Biji-bijian ini juga kaya akan nutrisi lain, termasuk magnesium, zat besi, serat, dan mangan. Biji-bijian juga sangat serbaguna. Quinoa dapat mengisi pasta dan sup. Dapat ditaburkan di salad atau dimakan sebagai hidangan utama. Biji chia Biji chia adalah sumber protein lengkap yang dapat digunakan untuk membuat smoothie, yogurt, dan puding. Biji chia adalah makanan rendah kalori yang kaya serat dan asam lemak Omega-3 yang menyehatkan jantung. Biji chia adalah sumber protein lengkap yang mengandung 2 g protein per sendok makan. Biji rami Sama halnya dengan biji chia, biji rami adalah sumber protein yang lengkap. Biji rami menawarkan 5 g protein per sendok makan. Mereka dapat digunakan dengan cara yang mirip dengan biji chia. Biji Labu Biji labu, atau pepitas, adalah biji yang kaya protein. 1 ons biji labu mengandung 9 g protein. Biji labu juga mengandung zink, yang mendukung sistem kekebalan tubuh, dan magnesium, mineral yang membantu menjaga kesehatan jantung. Kentang Kentang panggang yang besar menawarkan 8 g protein per sajian. Kentang juga kaya akan nutrisi lain, seperti kalium dan vitamin C. Sayuran kaya protein Banyak sayuran dan sayuran berwarna hijau tua mengandung protein. Jika dimakan secara sendiri tanpa tambahan makanan lainnya, makanan ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan protein harian, tetapi beberapa makanan ringan nabati dapat meningkatkan asupan protein, terutama bila dikombinasikan dengan makanan kaya protein lainnya. Misalnya satu tangkai brokoli sedang mengandung sekitar 4 g protein; kale menawarkan 2 g protein per cangkir; 5 jamur berukuran sedang menawarkan 3 g protein. Seitan Seitan adalah protein lengkap yang terbuat dari campuran gluten gandum dengan berbagai rempah. Kandungan gandum tinggi berarti bahwa itu harus dihindari oleh orang-orang dengan intoleransi celiac atau gluten. Bagi yang lain, itu bisa menjadi pengganti daging sehat kaya protein. Ketika dimasak dalam kecap, yang kaya akan asam amino lisin, seitan menjadi sumber protein lengkap yang menawarkan 21 g per 1/3 cangkir. Roti dari biji-bijian Sebagian besar dari kita tidak menganggap roti sebagai sumber protein, tetapi sebenarnya memiliki beberapa. Beberapa roti gandum memiliki 3 hingga 5 gram per irisan – dan membuat roti lapis dengan roti gandum kita akan mendapatkan 8 gram protein dan itu tidak termasuk salah satu isian di dalamnya. Contoh Protein Hewani Berikut ini contoh-contoh makanan yang mengandung protein hewani, antara lain Telur Jikalau ada pertanyaan telur termasuk hewani atau nabati?, maka jawabannya sumber protein lengkap, meski lebih condong pada protein hewani. Dimana dalam satu paket kecil 70 kalori, kita bisa mendapatkan 6 gram protein serta nutrisi penting, seperti kolin dan antioksidan pelindung mata misalnya lutein dan zeaxanthin. Ikan Segar Ikan adalah makanan yang tinggi protein. Beberapa jenis ikan, seperti gindara mempunyai kadar lemak yang sangat rendah. Ikan lainnya seperti salmon dan tuna mempunyai kandungan lemak yang cukup tinggi, yaitu lemak baik seperti Omega 3. Udang Udang memiliki kandungan kalsium dan protein yang tinggi, dan termasuk dalam kategori sumber protein hewani. Kadar asam amino yang ada didalam udang menyebabkan nilai protein pada udang dikategorikan complete protein. Susu Murni Jumlah protein dalam susu murni memang tak terlalu besar, tapi kualitas protein yang disediakan bagi tubuh sangat menakjubkan. Protein dalam susu mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Ikan Teri Jenis ikan yang satu ini ternyata kaya akan protein. Meskipun ukurannya kecil, ternyata kandungan proteinnya mencapai 10%. Selain protein, kamu juga bisa mendapatkan kalsium dari konsumsi ikan teri. Keju Keju adalah produk susu yang memiliki ratusan tekstur dan rasa yang berbeda. Nutrisi dan rasa keju tergantung pada bagaimana itu diproduksi dan susu apa yang digunakan. Beberapa orang khawatir bahwa keju tinggi lemak, natrium, dan kalori. Namun, keju juga merupakan sumber protein, kalsium, dan beberapa nutrisi lainnya. Misalnya keju Mozzarella dengan berat 1 ons 28 gram mengandung 6 gram protin; keju cottage adalah keju putih lembut yang terbuat dari dadih susu sapi mengandung jauh lebih tinggi protein daripada keju lainnya. Dalam 1/2-cangkir 110 gram keju cottage mengandung 12 g protein. Perbedaan Protein Nabati dan Hewani Selain itu, setidaknya perlu diketahui berbagai perbedaan antara protein hewani dan protein nabati yang hakekatnya terletak pada kandungan. Penjelasannya; Asam amino Bahan penyusun protein adalah asam amino. Secara total, ada 20 jenis asam amino yang digunakan tubuh manusia untuk membangun protein. Kebanyakan orang berpikir protein yang kita makan digunakan untuk membuat otot kita, tetapi asam amino penting untuk setiap sel dalam tubuh kita. Asam amino diklasifikasikan sebagai esensial atau tidak esensial. Tubuh kita tidak dapat membuat asam amino esensial, yang berarti mereka ā€œesensialā€ untuk kita konsumsi dalam makanan kita. Asam amino non-esensial, di sisi lain, dapat dibuat oleh tubuh kita, sehingga mereka tidak esensial untuk kita dapatkan dari makanan kita. Kualitas protein ā€œKualitas proteinā€ adalah ukuran komposisi asam amino dari suatu protein misalnya seberapa baik memenuhi kebutuhan asam amino tubuh kita, serta kecernaan. Untuk kesehatan yang optimal, tubuh kita membutuhkan semua asam amino esensial dalam rasio yang tepat, mirip dengan cara rumah membutuhkan semua bahan baku yang tepat dalam proporsi yang tepat ketika sedang dibangun. Sumber protein hewani, seperti daging, ikan, unggas, telur, dan susu, dianggap sebagai sumber protein ā€œlengkapā€ karena itu biasanya mengandung semua asam amino esensial dalam proporsi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Di sisi lain, protein nabati, seperti sereal, kacang-kacangan, dan kacang-kacangan, lebih rendah dalam asam amino esensial tertentu. Itu umumnya rendah metionin misalnya kacang-kacangan dan biji-bijian, lisin misalnya biji-bijian seperti gandum, atau triptofan misalnya Jagung, dan lebih tinggi dalam asam amino non-esensial arginin, glisin, alanin dan serin. Protein nabati juga biasanya lebih sulit dicerna daripada protein hewani. Serat dan komponen lain dalam tanaman mempersulit enzim pencernaan untuk memecah protein untuk diserap di saluran pencernaan kita. Kabar baiknya adalah bahwa sifat yang sama dari tanaman ini dapat bermanfaat ketika menyangkut hal-hal seperti kesehatan jantung atau manajemen gula darah, karena membatasi penyerapan karbohidrat atau kolesterol. Pemrosesan melalui perendaman, memasak, konsentrasi, atau isolasi juga dapat membuat protein nabati lebih mudah dicerna. Keterangan ini dianggap sebagai sumber protein lengkap karena mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh untuk berfungsi secara efektif. Sebaliknya, sumber protein nabati, seperti kacang-kacangan, lentil dan biji-bijian dianggap tidak lengkap, karena mereka kekurangan satu atau lebih asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh kita. Beberapa sumber melaporkan protein kedelai sebagai lengkap. Namun, dua asam amino esensial hanya ditemukan dalam jumlah kecil dalam kedelai, sehingga tidak sebanding dengan protein hewani. Makanan yang mengandung protein hewani, cenderung mengandung nutrisi lainnya pula dalam jumlah yang tinggi, yang sering kurang dalam makanan nabati. Nutrisi tersebut termasuk Vitamin B12 Vitamin B12 terutama ditemukan dalam ikan, daging, unggas dan produk susu. Banyak orang yang menghindari makanan hewani kekurangan. Vitamin D Vitamin D ditemukan dalam ikan berminyak, telur, dan susu. Beberapa tanaman mengandungnya, tetapi jenis yang ditemukan dalam makanan hewani lebih baik digunakan oleh tubuh kita. DHA Asam Docosahexaenoic DHA adalah lemak omega-3 esensial yang ditemukan pada ikan berlemak. Ini penting untuk kesehatan otak dan sulit didapat dari sumber nabati. Zat besi heme Heme-Iron bentuk zat besi yang hanya ditemukan dalam darah dan jaringan otot Zat besi heme sebagian besar ditemukan dalam daging, terutama daging merah. Ini jauh lebih baik diserap dalam tubuh daripada zat besi non-heme dari makanan nabati. Seng Seng terutama ditemukan dalam sumber protein hewani, seperti daging sapi, babi dan domba. Ini juga lebih mudah diserap dan digunakan dari sumber protein hewani. Kesimpulan Dari penjelasan yang dikemukakan, dapatlah dikatakan bahwa protein adalah zat yang sangat kompleks yang ada di semua organisme hidup. Protein memiliki nilai gizi yang sangat baik dan terlibat langsung dalam proses kimia yang penting bagi kehidupan. Disisi lain, pentingnya protein diakui oleh para ahli kimia di awal abad ke-19, termasuk ahli kimia Swedia Jƶns Jacob Berzelius, yang pada tahun 1838 menciptakan istilah protein, sebuah kata yang berasal dari kata-kata Yunani, yang berarti ā€œmemegang tempat pertama.ā€ Nah, itulah tadi serangkain penjelasan serta pengulasan secara lengkap yang bisa kami berikan kepada segenap pmebaca terkait dengan beragam contoh-contoh protein nabati dan hewani beserta dengan penjelasannya. Semoga melalui artikel ini memberikan wawasan dan menambah pengetahuan bagi segenap pembaca sekalian. Trimakasih.

BAB4 PENGOLAHAN PRODUK PEMBERSIH DARI BAHAN NABATI DAN HEWANI . UJI PENGETAHUAN 1 . HAL 66 . 1. Mengapa dalam proses pengolahan produk pembersih diperlukan ketepatan bahan, ketepatan ukuran bahan yang digunakan, dan ketepatan penggunaan alat? Jelaskan perbedaan antara bahan nabati dan bahan hewani? Berilah contohnya masing-masing! Jawab: 1

Cooking oil and ecoenzyme are one type of combination that can be used for making hand washing soap. The purpose of this study is to make soap from used cooking oil and ecoenzyme as the basic ingredients and see its compatibility with SNI standards. The process of making soap begins with the design of three different types of oil and ecoenzyme content formulations. There are three comparisons of oil and ecoenzyme content used, namely F1 66% and 11%, F2 56% and 16%, F3 46% and 21%. The parameters that become the benchmark in testing soap quality come from SNI 3532 2016 and the Domestic Waste Quality Standards. Although the three types of formulas do not meet the overall SNI quality standards and Domestic Waste Quality Standards, the results of laboratory tests show that the third formula is the closest to SNI quality standards. Based on the results of statistical tests with multiple linear regression test models show that the oil content and ecoenzyme affect the increase in total fat in soap Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free       AlamatRedaksiDEWANREDAKSIJURNALAGROINTEKJURUSANTEKNOLOGIINDUSTRIPERTANIANFAKULTASPERTA NIANUNIVERSITASTRUNOJOYOMADURAJl.RayaTelangPOBOX2KamalBangkalan,Madura-JawaTimurE-mailAgrointek            SeptemberandDecember.Agrointekdoesnotchargeanypublication MichaelMurkovic,GrazUniversityofTechnology,InstituteofBiochemistry,Austria ChananpatRardniyom,MaejoUniversity,ThailandMohammadFuadFauzulMu'tamar,UniversityofTrunojoyoMadura,Indonesia KhoirulHidayat,UniversityofTrunojoyoMadura,Indonesia CahyoIndarto,UniversityofTrunojoyoMadura,IndonesiaManagingEditorRadenAriefFirmansyah,UniversityofTrunojoyoMadura,IndonesiaAssistantEditorMiftakhulEfendi,UniversityofTrunojoyoMadura,Indonesia HeriIswanto,UniversityofTrunojoyoMadura,IndonesiaSafinaIstighfarin,UniversityofTrunojoyoMadura,IndonesiaVolume15No3September2021 IS S N1907–8056e-I SSN25 27-5410AGROINTEKJurnalTeknologiIndustriPertanianAgrointekJurnalTeknologiIndustriPertanian isanopenaccessjournalpublishedbyDepartmentofAgroindustrialTechnology,FacultyofAgriculture,UniversityofTrunojoyoMadura.AgrointekJurnalTeknologiIndustriPertanianpublisheso riginalresearchorreviewpapersonagroindustrysubjectsincludingFoodEngineering,ManagementSystem,SupplyChain,ProcessingTechnology,QualityControlandAssurance,WasteManagement,FoodandNutritionSciencesfromresearchers,lecturersandpractitioners.AgrointekJurnalTeknologiIndustriPertanianispublishedfourtimesayearinMarch,June, KATA PENGANTAR Salam, Dengan mengucap syukur kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, kami terbitkan Agrointek edisi September 2021. Di tengah pandemi yang berkepanjangan ini, ilmuwan Indonesia masih tetap berkarya. Pada edisi kali ini 32 artikel hasil penelitian, yang terdiri dari 11 artikel dari bidang pengolahan pangan dan nutrisi, sistem manajemen, rantai pasok, dan pengendalian kualitas; 3 artikel tentang rekayasa pangan, dan 2 artikel tentang manajemen limbah. Para penulis berasal dari berbagai institusi pendidikan dan penelitian di Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada para penulis dan penelaah yang telah bekerja keras untuk menyiapkan manuskrip hingga final. Kami juga berterimakasih kepada ibu dan bapak yang memberi kritik dan masukan berharga bagi Agrointek. Untuk menyiapkan peringkat jurnal Agrointek di masa depan, kami mengharap kontribusi para peneliti untuk mengirimkan manuskrip dalam bahasa Inggris. Semoga kita akan mampu menerbitkan sendiri karya-karya unggul para ilmuwan Indonesia. Selamat berkarya. Salam hormat Prof. Umi Purwandari Agrointek Volume 15 No 3 September 2021 792-805 STUDI KELAYAKAN PRODUK SABUN BATANG BERBAHAN DASAR MINYAK JELANTAH DENGAN MEDIA BANTU ECOENZYME Seri Megawati, Adi NugrohoProgram Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Universal, Kota Batam, Indonesia Diterima 20 Februari 2021 Diperbaiki 23 Maret 2021 Disetujui 31 Maret 2021 Cooking oil and ecoenzyme are one type of combination that can be used for making hand washing soap. The purpose of this study is to make soap from used cooking oil and ecoenzyme as the basic ingredients and see its compatibility with SNI standards. The process of making soap begins with the design of three different types of oil and ecoenzyme content formulations. There are three comparisons of oil and ecoenzyme content used, namely F1 66 % and 11 %, F2 56 % and 16 %, F3 46 % and 21 %. The parameters that become the benchmark in testing soap quality come from SNI 3532 2016 and the Domestic Waste Quality Standards. Although the three types of formulas do not meet the overall SNI quality standards and Domestic Waste Quality Standards, the results of laboratory tests show that the third formula is the closest to SNI quality standards. Based on the results of statistical tests with multiple linear regression test models show that the oil content and ecoenzyme affect the increase in total fat in soap. Keyword Soap; ecoenzyme; SNI Solid Soap Ā© hak cipta dilindungi undang-undang Penulis korespondensi Email aaddinugroho DOI Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 793 PENDAHULUAN Kepuasan konsumen ketika telah menggunakan sebuah produk dapat dinilai berdasarkan kesetiaan penggunaan produk, tingkat penjualan produk, dan popularitas produk, konsumen akan menggunakan kembali sebuah produk berdasarkan kualitasnya Aryani & Rosinta, 2010. Kualitas yang baik adalah menghasilkan produk yang sesuai dengan kriteria dari sisi perusahaa Safrizal, 2016. Penilaian yang ketat terhadap kesesuaian, karena mempunyai jasmani yang bersih dapat mendukung pertumbuhan dan mempengaruhi kesehatan serta psikis manusia Warastiko, 2016. Kehidupan yang bersih merupakan salah satu bagian terpenting yang menjadi kebutuhan manusia. Hal itu dikarenakan mempunyai jasmani yang bersih dapat mendukung pertumbuhan fisik yang baik serta memengaruhi kesehatan psikis manusia Warastiko, 2016. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, manusia menggunakan berbagai cara, seperti menggunakan media produk tertentu. Salah satu jenis produk kebersihan yang digunakan setiap hari adalah sabun, karena sabun dapat membersihkan tubuh dari kuman dan kotoran yang menempel pada tubuh Wahyudi, 2018. Dalam perkembangannya, media sabun terdiri dari dua jenis yaitu sabun berbentuk cair dan sabun berbentuk batang. Perbedaan mendasar kedua jenis sabun tersebut terletak pada kandungan alkali yang digunakan untuk membuat reaksi penyabunan. Natrium Hidroksida NaOH akan menghasilkan sabun batang sedangkan Kalium Hidroksida KOH akan menghasilkan sabun cair Widyasanti et al., 2016. Hingga saat ini, penggunaan media tersebut masih menjadi pilihan masyarakat, khususnya di area perkotaan sebagai alternatif solusi dalam melakukan pola hidup bersih. Walaupun dinilai sebagai salah satu media yang cukup baik untuk menjaga kebersihan anggota tubuh manusia. Penggunaan sabun berbentuk batang dan cair sebagai media pembersih tidak terlepas dari adanya dampak negatif yang muncul terkait penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai gambaran, data dari UK insights menyebutkan bahwa negara maju seperti di Amerika, mulai mengalihkan penggunaan sabun jenis cair ke jenis sabun batang. Peningkatan hasil penjualan sabun cair berdasarkan data penjualan perusahaan Tesco mencapai 5,7 %, sedangkan peningkatan penjualan produk sabun batang secara keseluruhan di Amerika mencapai sebesar 8,5 % Nancholas, 2019. Naiknya penjualan terhadap produk sabun batang didorong adanya kesadaran manusia untuk menggunakan produk yang ramah lingkungan, walaupun produk sabun cair dinilai lebih praktis penggunaannya. Namun kontinuitas penggunaan produk ini juga menuntut kesadaran lebih bagi penggunanya, khususnya terkait dengan sampah plastik yang dihasilkannya. Berbeda dengan sabun cair, material sabun batang atau padat merupakan perpaduan antara minyak dan alkali yang dilakukan melalui proses saponifikasi. Bahan dasar pembuatan sabun batang adalah minyak yang berperan sebagai asam dan alkali seperti NaOH dan KOH yang bersifat basa Khuzaimah, 2016. Minyak jelantah mengandung asam lemak yang dapat bereaksi dengan alkali sehingga terjadi proses saponifikasi Pujiati dan Retariandalas, 2019. Karakteristik minyak yang dapat digunakan dalam proses pembuatan sabun batang minimal mempunyai senyawa asam lemak yang juga terdapat pada kandungan minyak jelantah. Minyak jelantah merupakan salah satu kategori minyak dengan kandungan asam lemak bebas yang cukup tinggi dari hasil reaksi oksidasi dan hidrolisis pada saat penggorengan Aziz et al., 2011. Hal tersebut mengakibatkan minyak jelantah mudah menimbulkan reaksi penyabunan jika asam lemak bebas bereaksi dengan kalium dan natrium hidroksida Kartika et al., , 2013. Kandungan senyawa yang terdapat pada minyak jelantah meliputi peroksida, asam lemak bebas dan kadar air Alamsyah et al., 2017. Kombinasi senyawa yang ada pada minyak tersebut jika digunakan secara berulang kali dapat memengaruhi kesehatan tubuh, karena menghasilkan senyawa karsinogenik atau zat pemicu kanker Ningrum & Kusuma, 2013. Tingginya produksi minyak jelantah dibeberapa negara asia seperti Cina, Malaysia, Indonesia, Thailand, Hong Kong, India hingga mencapai ton menunjukkan potensi bahwa bahaya bukan hanya tertuju pada dampak kesehatan saja, namun juga terhadap pencemaran lingkungan jika tidak diolah kembali menjadi produk yang bermanfaat. Selain minyak jelantah, potensi yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi bahan baku pembuatan sabun yaitu penggunaan garbage enzyme atau sering dikenal sebagai ecoenzyme. 794 Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 Produk ini diperkenalkan oleh Dr. Rosukon yang berasal dari Thailand. Dikatakan sebagai ecoenzyme karena merupakan produk yang berasal dari hasil olahan sampah dapur, seperti kulit buah-buahan, potongan sayur-sayuran yang dibuang dan lain-lain Rasit dan Chee Kuan, 2018. Enzim ini akan menghasilkan zat organik kompleks dari rantai protein enzim, asam organik dan garam mineral dari hasil fermentasi antara sampah organik dengan gula merah atau molase Arun dan Sivashanmugam, 2015. Proses pembuatan Ecoenzyme membutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan, dan hanya membutuhkan 3 bahan diantaranya sampah organik, air dan gula gula hitam, gula aren ataupun gula molasse Tang dan Tong, 2011. Ecoenzyme yang telah selesai masa fermentasi akan berwarna cokelat dan memiliki aroma asam manis yang cukup kuat Deepak et al., 2019. Kandungan yang terdapat pada ecoenzyme meliputi protease, lipase dan amilase yang berfungsi untuk mendegradasi atau menguraikan protein, karbohidrat dan lemak. Walaupun berasal dari hasil fermentasi, ecoenzyme dapat juga digunakan untuk membunuh patogen. Arun dan Sivashanmugam, 2015. Beberapa penelitian terdahulu yang menjelaskan tentang pemanfaatan ecoenzyme diantaranya, dapat digunakan sebagai bahan pembersih rumah tangga alami, penyegar udara, kosmetik, insektisida, perawatan tubuh dari luar, dan pupuk organik Nazim dan Meera, 2017. Selain itu, didalam air, enzim ini dapat berperan sebagai protein yang dapat mengkatalisasi reaksi khususnya reaksi yang terjadi pada air limbah Deepak et al., 2019. Sedangkan dalam aspek lingkungan penggunaan ecoenzyme digunakan sebagai pengolahan air limbah domestik yang berfungsi menjaga kisaran pH netral limbah di saluran pembuangan Sayali et al., 2019. Proses penguraian bahan dalam ecoenzyme akan menghasilkan filtrat yang kaya akan asam amino dan asam asetat sehingga dapat digunakan sebagai pembersih maupun pupuk. Hal tersebut dilakukan melalui kombinasi proses diantaranya hidrolisis, yang bertujuan menghasilkan gula sederhana, asam amino, dan asam lemak. Hidrolisis diikuti oleh asidogenesis setelah dipecah oleh bakteri asidogenik menjadi molekul yang lebih sederhana. Asam lemak yang mudah menguap VFA akan menghasilkan amonia, CO2 dan H2S sebagai produk sampingan. Pada langkah selanjutnya, asetogenesis, yaitu molekul sederhana dari asidogenesis yang selanjutnya dicerna oleh bakteri asetogen untuk menghasilkan CO2, H2 dan asam asetat. Langkah terakhir yaitu metanogenesis di mana bakteri metanogen menghasilkan metana, CO2, dan air Dhiman, 2017. Berdasarkan informasi tersebut menjelaskan bahwa, peran ecoenzyme dalam proses pembuatan sabun batang diharapkan dapat membantu dalam membersihkan minyak sehingga meningkatkan fungsi sabun membunuh kuman. Selain bertujuan untuk mengetahui pengaruh ecoenzyme terhadap kualitas produk sabun batang yang akan dibuat, penelitian ini menjadi sangat penting untuk dilakukan mengingat kajian diversifikasi produk olahan yang berasal dari minyak jelantah dan ecoenzyme masih sangat minim untuk dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu, garbage enzyme tidak dapat dijadikan sebagai minuman karena bahan dasar pembuatannya berasal dari sampah-sampah organik. Akan tetapi garbage enzyme dapat digunakan untuk sebagai bahan pembersih rumah tangga alami, penyegar udara, kosmetik, insektisida, perawatan tubuh dari luar, dan pupuk organik Nazim & Meera, 2017. Ecoenzyme terbentuk dengan fermentasi alami yang mengandung protease, lipase, superoxide dismutase, biosurfactants, mikroorganisme hidup terutama ragi dan bahan aktif lainnya yang berfungsi untuk membersihkan noda minyak, menimbulkan proses deodorizes, pemurnian udara dan air, meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme yang bermanfaat bagi lingkungan. Ecoenzyme juga dapat berguna untuk membunuh patogen atau memiliki sifat penghambat pathogen Rasit & Chee Kuan, 2018. Dalam air, enzim ini dapat berperan sebagai protein yang dapat mengkatalisasi reaksi khususnya reaksi yang terjadi pada air limbah Deepak et al., 2019. Terdapat beberapa penelitian yang telah menggunakan ecoenzyme sebagai bahan penelitian yang berhubungan dengan kondisi lingkungan, diantaranya adalah pemanfaatan ecoenzyme sebagai pengolahan air limbah domestik dengan pengolahan terdesentralisasi dan juga menjaga kisaran pH netral limbah di saluran pembuangan Sayali et al., 2019. Ecoenzyme juga dapat digunakan sebagai pengawetan makanan karena sifatnya propionic. Kandungan asam yang efektif dalam mencegah pertumbuhan mikroba. Asam asetat dalam ecoenzyme juga dapat Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 795 menghancurkan organisme, sehingga dapat digunakan sebagai insektisida atau pestisida yang ramah lingkungan Rasit et al., 2019. Proses penguraian bahan-bahan dalam ecoenzyme akan menghasilkan filtrat yang kaya akan asam amino dan asam asetat sehingga dapat digunakan sebagai pembersih maupun pupuk Dhiman, 2017. Peneliti Indonesia juga memanfaatkan ecoenzyme sebagai salah satu bahan dalam pembuatan pembersih rumah tangga yang dipraktikkan langsung kepada ibu rumah tangga sebagai pengabdian masyarakat. Hal tersebut selain dapat mengurangi sampah menjaga lingkungan juga dapat meningkatkan keterampilan ibu rumah tangga Pujiati dan Retariandalas, 2019. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa jenis kandungan dalam ecoenzyme yang dapat berguna bagi kehidupan manusia. Diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh Rasit et al., 2019, menjelaskan bahawa ecoenzyme mengandung propionic yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba. Kemudian penelitian yang dilakukan Jean Fall et al., 2015 juga menjelaskan proses fermentasi ecoenzyme akan menghasilkan ozon O3 yang dapat mengurangi karbon dioksida CO2 di atmosfer dan dapat menjebak logam berat di gugusan awan sekaligus mengurangi efek pemanasan global. Selain itu, nitrat NO3 dan karbonat CO3 dibentuk untuk meningkatkan kesuburan tanah dan tumbuhan alami juga mengandung etanol yang memiliki sifat antiseptic Nazim & Meera, 2017. Disamping itu, ecoenzyme juga menghasilkan fitrat yang mengandung asam amino dan asam asetat sehingga dapat digunakan sebagai pembersih atau pupuk. Dhiman, 2017. Dari berbagai penjelasan literasi tersebut, menunjukan bahwa usaha untuk memperluas manfaat media ecoenzyme masih membutuhkan kajian yang lebih mendalam dan kompherensif. Hal tersebut dikarenakan masih banyak media material yang dapat dikembangkan menjadi produk yang lebih bermanfaat, diantaranya sabun batang ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ecoenzyme terhadap kualitas produk sabun batang yang akan dibuat, dimana standar kualitas yang digunakan untuk mengetahui kelayakan sabun batang tersebut yaitu menggunakan parameter SNI 35322016, dan baku mutu limbah domestik. METODE Formula Kombinasi Pembuatan Sabun Formula kombinasi pembuatan sabun disusun menggunakan teknik desain faktorial yang terdiri dari tiga jenis perlakuan dengan kandungan minyak jelantah dan ecoenzyme yang berbeda-beda. Penyusunan formula kombinasi pembuatan sabun dapat dijelaskan sebagai berikut Tabel 1. Formulasi kombinasi sampel pengujian menggunakan empat parameter diantaranya, kandungan minyak jelantah, NaOH, ecoenzyme dan air yang berjumlah tiga alternatif kombinasi. Persentase kandungan dimasing-masing sampel ditentukan berdasarkan studi literatur terdahulu yang telah dilakukan oleh Deshanyuan 2017 proses pengujian hanya dilakukan satu kali pengulangan pada masing-masing sampel. Informasi kandungan parameter dimasing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Bentuk fisik sampel pengujian sabun dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 sampel kombinasi sabun Tabel 1 Formulasi Pembuatan sabun 796 Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 Sampel pertama menunjukan produk sabun dengan kadar minyak jelantah sebesar 66 %, NaOH sebesar 13 %, ecoenzym 11 % dan kadar air sebanyak 9 %. Sampel kedua menunjukkan produk sabun dengan kadar minyak jelantah sebesar 56 %, NaOH sebesar 11 %, ecoenzym 16 % dan kadar air sebanyak 16 %. Sedangkan sampel ketiga menunjukan produk sabun dengan kadar kadar minyak jelantah sebesar 46 %, NaOH sebesar 9 %, ecoenzym 21 % dan kadar air sebanyak 23 %. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu komposisi pembuatan sabun batang yang terdiri dari minyak jelantah, NaOH, air, dan ecoenzyme. Kemudian terdapat variabel terikat yang akan terpengaruh oleh variabel bebas adalah kualitas sabun yang dihasilkan disesuaikan dengan syarat mutu SNI dan baku mutu limbah. Adanya variabel bebas dan terikat dalam penelitian ini, maka memerlukan variabel kontrol untuk mengendalikan kedua variabel di atas. Variabel kontrol Penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol yang berfungsi untuk mengendalikan nilai parameter suhu. Suhu berperan penting dalam proses pembuatan sabun sehingga perlu dikendalikan dengan tepat. Pengendalian suhu diperlukan untuk memastikan temperatur minyak dan campuran antara NaOH, air dan ecoenzyme tidak melebihi 50 °C dan perbedaan kedua cairan adalah 10 °C. Pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan design of eksperimen DOE yaitu terlebih dahulu menentukan kombinasi faktor yang akan digunakan minyak jelantah, NaOH, ecoenzym dan kadar air, menentukan level faktor satu level yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan sampel pengujian. Data primer pengujian diperoleh melalui hasil pengujian laboratorium yang terdiri dari 1. Tingkat kadar air yang terkandung dalam sabun batang 2. Angka asam lemak bebas dari sabun batang 3. Banyaknya alkali bebas yang dihasilkan 4. Banyaknya total lemak 5. Tingkat kadar klorida 6. Banyaknya bahan tak larut dalam etanol 7. Jumlah lemak yang tak tersabunkan 8. Tingkat pH dari bekas cuci tangan 9. Konsentrasi BOD 10. Konsentrasi TSS 11. Jumlah TSS pada bekas cuci tangan 12. Banyaknya minyak lemak 13. Banyaknya amoniak Sedangkan teknik studi literatur digunakan untuk memperoleh data sekunder yang meliputi parameter standar SNI No. 32362016 yang berisi tentang kumpulan syarat mutu yang perlu dipenuhi oleh sabun padat. Selain itu peraturan baku mutu limbah domestik yang di keluarkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 berisi tentang kandungan parameter limbah. Pengolahan Data Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan deskriptif kuantitatif. Proses menganalisis data menggunakan analisis regresi linear berganda yang bertujuan untuk memprediksi variabel prediktor Iriawan dan Astuti, 2006. Tujuan dari analisis regresi linear berganda yaitu untuk menguji pengaruh dari minyak jelantah dan ecoenzyme variabel prediktor terhadap standar mutu SNI sabun variabel respon. Tahapan pengolahan datanya dapat dijelaskan sebagai berikut 1. Menyusun kombinasi antara tiga formula kombinasi bahan pembuatan sabun yang berbeda 2. Pengambilan sampel dari masing-masing formula kombinasi yang telah ditentukan. 3. Melakukan pengujian laboratorium terhadap kesesuaian sampel dengan standar mutu SNI sabun 4. Pembuatan tabulasi berdasarkan seluruh hasil uji laboratorium antara variabel prediktor dengan setiap parameter dalam SNI sabun padat 5. Melakukan uji regresi linear berganda dari variabel prediktor terhadap variabel respon menggunakan bantuan software Minitab 6. Menganalisa hasil pengujian dan membahas hasil pengujian regresi linear berganda, serta mengambil hipotesis. Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 797 Penyusunan Hipotesis Bertujuan untuk menguji pengaruh penggunaan minyak dengan ecoenzyme terhadap kualitas sabun berdasarkan standar mutu SNI 35322016. Desain hipotesis awal dan hipotesis alternatif dijelaskan sebagai berikut 1. H0 Adanya pengaruh antara minyak dan ecoenzyme terhadap kualitas sabun Parameter SNI 35322016 2. H1 Minyak dan ecoenzyme tidak berpengaruh pada kualitas sabun Parameter SNI 35322016 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Sabun Parameter air Berdasarkan grafik hasil uji kualitas sabun Gambar 2. Parameter kadar air yang terkandung dalam ketiga sampel sabun tidak melewati batas maksimal dalam standar mutu SNI sabun yaitu dibawah 15 % standar kandungan kadar air. Tinggi rendahnya angka kadar air dipengaruhi oleh banyaknya minyak yang digunakan dan kecepatan pengaduk pada proses pembuatan sabun Jalaluddin et al., 2019. Kadar air yang terlalu tinggi akan memengaruhi kelarutan sabun dalam air saat digunakan, sehingga pada saat proses pencucian dengan sabun kotoran akan sulit dibersihkan kemudian juga akan mengakibatkan sabun mudah menyusut karena penggunaan sabun menjadi lebih besar Sukawaty, dan warnida, 2016. Gambar 2 Kandungan kadar air Asam lemak bebas Berdasarkan grafik hasil uji kualitas sabun pada parameter asam lemak bebas Gambar 3, menunjukkan dari ketiga sampel sabun telah memenuhi standar mutu SNI yaitu dibawah 2,5 % standar kandungan asam lemak bebas. Gambar 3 Kandungan asam lemak bebas Kandungan asam lemak bebas berasal dari asam lemak minyak yang digunakan, jika sabun mengandung asam lemak bebas yang tinggi maka akan memengaruhi proses emulsi sabun dengan kotoran, sabun akan susah menyatukan antara air dengan kotoran sehingga daya pembersihan sabun juga akan berkurang Hardian et al., 2014. Asam lemak bebas biasanya terbentuk oleh proses oksidasi dan hidrolisis enzim pengolahan dan penyimpanan. Jumlah asam lemak pada minyak dan jumlah basa yang memengaruhi tingkat asam lemak bebas yang dihasilkan pada sampel Ketaren, 1986. Tingginya asam lemak bebas dikarenakan oleh penggunaan minyak goreng secara berulang kali Wati Ibnu Hajar et al., 2016. Alkali bebas Berdasarkan grafik hasil uji kualitas sabun pada parameter alkali bebas Gambar 4, masing- masing sampel tidak memenuhi standar SNI yaitu melebihi 0,1 % standar kandungan alkali bebas. Semakin banyak penggunaan NaOH maka semakin banyak NaOH yang tersisa dari reaksi penyabunan sehingga meningkatkan angka alkali bebas dan akan menyebabkan iritasi pada kulit Prihanto & Irawan, 2019. Hal ini menjadi alasan bagi angka alkali bebas yang semakin meningkat karena kandungan NaOH dari ketiga sampel mengalami kenaikan. Gambar 4 Kandungan Alkali bebas 798 Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 Lemak tak tersabunkan Berdasarkan grafik hasil pengujian kualitas sabun pada parameter lemak yang tak tersabunkan dari ketiga sampel sabun telah memenuhi standar mutu SNI yaitu dibawah 0,5 % standar kandungan lemak taktersabunkan. Lemak yang tak tersabunkan merupakan lemak netral atau trigliserida pada sabun mandi padat yang tidak bereaksi selama proses penyabunan Langingi et al., 2012. Adanya lemak yang tak tersabunkan dapat disebabkan oleh terdapat komponen senyawa yang tak tersabunkan seperti alkohol berantai panjang, pigmen-pigmen, sterol, minyak-minyak mineral dan hidrokarbon Copeland et al., 2015. Gambar 5 Kandungan lemak tak tersabunkan Kadar klorida Berdasarkan grafik hasil uji kualitas sabun pada parameter kadar klorida Gambar 6, masing- masing sampel tidak memenuhi standar SNI karena telah melebihi 1,0 % standar kandungan kadar klorida. Kadar klorida yang tinggi akan menyebabkan peretakan pada sabun yang dibuat Firempong, C K and Mak-Mensah, 2011. Kadar klorida yang melebihi standar SNI disebabkan oleh air yang digunakan dalam proses pembuatan sabun mengandung kadar klorida yang cukup tinggi Vivian et al., 2014. Air mengandung kadar klorida karena air yang digunakan adalah air keran. Walaupun demikian kadar klorida tidak menimbulkan peretakan terhadap sabun Firempong, C K and Mak-Mensah, 2011. Gambar 6 Kandungan kadar klorida Total lemak Grafik hasil uji kualitas sabun pada parameter total lemak Gambar 7 menunjukan bahwa masing- masing sampel telah memenuhi standar SNI karena melewati standar minimal 15,0 % standar kandungan total lemak. Angka total Lemak mengalami kenaikan dari sampel pertama hingga sampel ketiga dengan formula minyak berturut-turut adalah 66 %, 56 %, 46 % dan formulasi ecoenzyme berturut-turut adalah 11 %,16 %, 21 %. Hal ini disebabkan terdapat asam organik dalam ecoenzyme yang meningkatkan total lemak pada sabun. Salah satu asam yang terkandung dalam ecoeznyme adalah asam asetat sama halnya dengan pengaruh penambahan madu dalam sabun juga akan memengaruhi peningkatan total lemak. Madu juga mengandung asam asetat yang dapat memengaruhi total lemak Belitz, et al., 2019 Tingginya angka total lemak akan meningkatkan kulitas dan kekerasan sabun, tinggi rendahnya total lemak pada sabun juga dipengaruhi oleh jumlah kandungan pengikat minyak yang digunakan Mwanza and Zombe, 2020. Sampel ketiga mengandung total lemak yang paling tinggi disebabkan oleh banyaknya ecoenzyme yang digunakan berdasarkan hasil pengujian kandungan ecoenzyme salah satu kandungan dalam ecoenzyme adalah minyak dan lemak sebanyak 13 mg/L. Sehingga semakin banyak ecoeznyme yang digunakan akan meningkatkan total lemak Linghunchuqiao, 2014. Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 799 Gambar 7 Kandungan total lemak Bahan tak larut etanol Berdasarkan grafik hasil uji kualitas sabun pada parameter bahan tak larut dalam etanol Gambar 8, masing-masing sampel tidak memenuhi standar SNI karena melebihi 0,5 % standar kandungan bahan tak larut dalam etanol. sedangkan angka bahan tal larut etanol ketiga sampel rata-rata berada pada jumlah 3 %. Bahan yang tidak larut dalam etanol adalah senyawa yang tidak terlarut dalam pelarut etanol Neswati et al., 2019. Pada umumnya disebabkan adanya serat yang terkandung dalam kandungan yang digunakan dalam membuat sabun Marpaung et al., 2019 Gambar 8 Kandungan bahan tak larut dalam etanol. Evaluasi Hasil Pengujian Air Limbah Bekas Cucian Sabun Pengambilan sampel limbah cucian sabun diperoleh melalui pegujian pada beberapa aktifitas yang menjadi sasaran penggunaan produk tersebut yaitu pekerja bangunan dan koki restoran. Selain dikarenakan asal bahan ecoenzym yang berasal dari fermentasi sisa produksi restoran, pertimbangan prioritas kegiatan juga menjadi landasan untuk memilih aktifitas tersebut. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali, dimana masing-masing pekerja diberikan kesempatan untuk melakukan cuci tangan menggunakan sabun tersebut setelah menjalankan aktifitas. Kategori pekerjaan tidak dibatasi atau bersifat random. Air cuci tangan masing-masing sampel kemudian ditampung menggunakan botol yang sudah disterilisasi berukuran masing-masing 1 liter. Air kemudian disimpan selama 1 x 24 jam yang kemudian diuji pada Laboratorium Teknologi Pertanian, Kota Padang dan Balai Pengujian Mutu Barang, Jakarta. Informasi kondisi tangan yang menjadi sampel pengujian sebelum dan sesudah menggunakan sabun cuci tangan dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Kondisi tangan sebelum dan sesudah cuci tangan Tingkat Keasaman pH Tingkat keasaman sebuah perairan dipengaruhi oleh tingginya asam mineral bebas dan asam karbonat yang menaikkan keasamannya. Angka pH atau derajat keasaman dari air bekas cuci sabun ecoenzyme tidak melewati batas standar Baku Mutu Limbah Domestik Gambar 9. Standar pH yang terkandung dalam air bekas cucian adalah dari 6 sampai 9, sedangkan ketiga sampel bekas cucian yang kita uji rata-rata berada pada angka 7 sampai dengan 8. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keasaman pada bekas cucian dengan sabun yang digunakan cukup stabil karena tidak melebihi atau kurang dari standar Baku Mutu Limbah Domestik. Angka pH akan 800 Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 memengaruhi kelarutan unsur hara serta dapat menghambat kelarutan unsur hara sehingga pertumbuhan tanaman juga terhambat Afia Awaliya, 2016. Gambar 10 Tingkat keasaman pH sampel BOD Biochemical Oxygen Demand Hasil pengujian bekas cucian sabun dengan standar Baku Mutu Limbah Domestik menunjukan bahwa kandungan BOD Biochemical Oxygen Demand pada air limbah telah melebihi batas maksimum pada standar baku mutu yaitu 30 mg/l Gambar 10. Sedangkan limbah dari ketiga sampel mengandung BOD yang mencapai 100 hingga 200 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa proses menguraikan benda organik oleh bakteri membutuhkan oksigen yang cukup banyak Darmayanti, 2011. Pada saat bakteri menguraikan bahan organik yang terkandung dalam air bekas cucian akan membutuhkan oksigen secara terus menerus, jika tidak mendapatkan oksigen proses penguraian akan terus berlanjut namun tidak bisa bertahan lama. Gambar 11 Perbandingan parameter BOD Bakteri pada sampel memiliki batasan kemampuan mengurai bahan organik sehingga proses penguraian tidak dapat berlangsung dengan sempurna Wahyu Purnomo et al., 2014 . Salah satu faktor penyebabnya adalah banyaknya kandungan bahan organik dalam air limbah, bahan organik berasal dari jenis kotoran yang dibersihkan menggunakan sabun salah satu contohnya adalah kotoran yang mengandung minyak Effendi, 2003. Jadi tingginya angka BOD pada sampel ketiga disebabkan oleh banyaknya zat organik yang terkandung pada kotoran, selain itu berdasarkan hasil pengujian kandungan ecoenzyme, BOD yang terkandung dalam ecoenzyme adalah 17,500 mg/L, tingginya BOD pada ecoenzyme berasal dari bahan organik di dalamnya seperti kulit-kulit buah dan lain-lain Linghunchuqiao, 2014 COD Chemical Oxygen Demand Gambar 11 menunjukkan jumlah COD dalam bekas cucian tiap sampel sabun tidak melewati jumlah maksimal yang telah ditetapkan oleh standar baku mutu. COD Chemical Oxygen Demand merupakan kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik secara kimiawi, selain itu semakin tinggi COD menandakan tingginya zat-zat kimia yang terkandung pada limbah domestik Lita Darmayanti, 2011. Rendahnya angka COD pada pengujian bekas cucian sabun disebabkan oleh peran ecoenzyme yang dapat menurunkan kandungan zat-zat kimia yang terkandung dalam sebuah objek sehingga bekas cucian dari sabun mengandung COD yang tidak melebihi standar Baku Mutu Rasit dkk, 2019. Berdasarkan hasil pengujian kandungan ecoenzyme COD yang terkandung dalam ecoenzyme adalah 52,450 mg/L Linghunchuqiao, 2014 TSS Total Suspended Solid Pada proses mencuci tangan dengan ketiga sampel sabun, terdapat kotoran yang berasal dari tukang bangunan dan koki sehingga terdapat banyak padatan yang terjatuh ke dalam bekas cucian sabun. Hal tersebut menyebabkan hasil pengujian pada TSS Total Suspended Solid melebihi standar Baku Mutu Limbah Domestik Gambar 12. TSS merupakan kandungan zat-zat yang berwujud padat dan tersuspensi dalam air, zat tersebut dapat berupa komponen biotik seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, dan fungi dan komponen abiotik seperti pasir, lumpur, dan tanah liat Doraja et al., 2012. Jika air limbah mengandung TSS yang cukup tinggi maka akan memengaruhi tingkat kekeruhan air, kemudian air akan mengalir ke kolam atau perairan lain yang lebih besar sehingga dapat mengakibatkan Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 801 penghambatan pada cahaya matahari yang masuk ke dalam air dan memengaruhi proses fotosintesis Ester Suoth & Nazir, 2016. Banyaknya kotoran yang berbentuk padatan dari tukang bangunan seperti pasir-pasir dan semen serta makanan yang tersisa ditangan koki mengakibatkan meningkatnya angka TSS. selain itu berdasarkan hasil pengujian kandungan ecoenzyme TSS yang terkandung dalam ecoenzyme adalah 880 mg/L, TSS pada ecoenzyme berasal dari proses fermentasi Linghunchuqiao, 2014 Minyak dan Lemak Bekas cucian dengan ketiga sampel menghasilkan angka minyak dan lemak yang tidak melebihi standar Baku Mutu Limbah Domestik yaitu tidak melebihi 5 mg/L. Walaupun terdapat kotoran yang berasal dari dapur atau koki, akan tetapi jumlahnya cukup rendah sehingga angka minyak dan lemak dari bekas cucian sabun tidak melebihi standar Baku mutu limbah domestik Gambar 12 . Minyak dan lemak merupakan salah satu unsur yang terkandung dalam air limbah, selain dapat menyebabkan masalah lingkungan minyak dan lemak juga akan menyebabkan penyumbatan pada pipa air Zaharah et al., 2018 Minyak dan lemak adalah komponen yang sulit terlarut dalam air maka minyak akan terapung diatas air Jika limbah dengan minyak dan lemak mengalir ke perairan yang lebih besar maka akan menutupi permukaan air dan merusak kehidupan organisme dalam air Putra dan Fitria, 2015 Gambar 12 Perbandingan kandungan minyak dan lemak masing-masing sampel Hubungan jumlah minyak jelantah dan ecoenzyme terhadap nilai parameter SNI sabun padat Kadar air Gambar 13 Hasil uji paramater minyak dan ecoenzym terhadap kadar air. Berdasarkan hasil pengujian regresi linear berganda Gambar 13, menunjukan terjadinya hubungan multikolinieritas diantara variabel bebas yang artinya adanya hubungan yang erat antar variabel x prediktor antara minyak dengan ecoenzyme. Hal ini menyebabkan hasil pengujian tidak menampilkan kandungan ecoenzyme. Hasil tersebut menjelaskan jika terdapat 1 gram minyak yang ditambahkan dalam proses pembuatan sabun maka akan menghasilkan 0,1435 kadar air atau fy. Dalam penelitian ini nilai signifikanyang digunakan adalah š›¼ = 5 %, P-Value atau korelasi antara minyak dengan kadar air adalah 0,750 > š›¼ yang artinya antara minyak dan kadar air tidak memiliki korelasi atau hubungan karena P-Value tidak signifikan. Hal tersebut menyebabkan hipotesis awal ditolak dan menerima hipotesis alternatif yaitu minyak dan ecoenzyme tidak berpengaruh terhadap kadar air. 802 Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 Total lemak Gambar 14 Hasil uji paramater minyak dan ecoenzym terhadap total lemak Gambar 14 menjelaskan bahwa sebanyak 1 gram minyak yang ditambahkan dalam proses pembuatan sabun maka akan menghasilkan 0,626 total lemak. Angka negatif dari nilai koefisien minyak artinya semakin banyak minyak maka semakin sedikit lemak yang dihasilkan. Berdasarkan pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah ecoenzyme yang digunakan sehingga dapat menurunkan angka total lemak pada sabun. Selain itu, nilai signifikan pada pengujian menunjukan angka 0,093 mendekati nilai š›¼ artinya, korelasi antara minyak dan ecoenzyme terhadap total lemak cukup signifikan sehingga menerima hipotesis awal yaitu adanya hubungan antara minyak dan ecoenzyme terhadap total lemak. Bahan tak larut dalam etanol Gambar 15 Hasil uji paramater minyak dan ecoenzym terhadap bahan tak larut dalam etanol Gambar 15 menunjukan bahwa sebanyak 1 gram minyak yang ditambahkan dalam proses pembuatan sabun maka akan menghasilkan 0,0281 bahan tak larut dalam etanol atau fy. Hubungan minyak dan ecoenzyme terhadap bahan tidak larut dalam etanol dikatakan tidak signifikan karena angka P-Value > α = 5%, P-Value hasil pengujian tersebut adalah 0,493. Artinya minyak dan ecoenzyme tidak memengaruhi jumlah bahan yang tak larut dalam etanol. Selain itu, nilai R-sq yang dari hasil pengujian adalah 51,2 % hal ini menandakan bahwa pengaruh minyak dan ecoenzyme terhadap bahan tak larut dalam etanol sebesar 51,2 %, sisanya adalah pengaruh yang berasal dari faktor lainnya KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian terhadap produk sabun yang telah dibuat maka diperoleh beberapa kesimpulan akhir sebagai berikut 1. Hasil uji laboratorium menunjukan bahwa ketiga sampel produk sabun yang dibuat tidak memenuhi syarat SNI 35322016 dan standar baku mutu limbah domestik dengan sempurna. 2. Bahan minyak dan ecoenzyme memengaruhi kualitas sabun berdasarkan standar mutu SNI 32352016, namun hanya terbatas pada parameter total lemak. Berdasarkan hasil pengujiannya walaupun angka alkali bebas dan kadar kloridanya tidak sesuai dengan standar mutu SNI tetapi hasil pengujian sampel ketiga yang paling mendekati standar mutu SNI yaitu 46 % minyak dan 21 % ecoenzyme. DAFTAR PUSTAKA Afia Awaliya, N. B. 2016. FITOREMEDIASI LIMBAH DOMESTIK Detergent MENGGUNAKAN ECENG GONDOKEichorniacrassipesUNTUKMENGATASI PENCEMARANLINGKUNGAN. 3, 577–590. Alamsyah, M., Kalla, R., & La Ifa, L. I. 2017. PEMURNIAN MINYAK JELANTAH DENGAN PROSES ADSORBSI. Journal Of Chemical Process Engineering, 22, 22. Arun, C., & Sivashanmugam, P. 2015. Investigation of biocatalytic potential of Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 803 garbage enzyme and its influence on stabilization of industrial waste activated sludge. Process Safety and Environmental Protection, 94C, 471–478. Aryani, D., & Rosinta, F. 2010. Pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan dalam membentuk loyalitas pelanggan. Jurnal Ilmu Administrasi Dan Organisasi, 172, 114–126. Aziz, I., Nurbayti, S., & Ulum, B. 2011. Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas. Jurnal Kimia VALENSI, 22. Belitz, Grosch, W., & Schieberle, P. 2019. Food Chemistry. In Encyclopedia of Microbiology. Springer Berlin Heidelberg. Copeland, L. R., Kleiman, R., & Lakes, S. 2015. 12 United States Patent Patent No. US 8,927,034 B2. Deepak, V., Singh, A. N., & P. S. 2019. Use of Garbage Enzyme. In International Journal of Scientific Resarch and Review Vol. 07, Issue September pp. 210–205. Deshanyuan. 2017. Ecoenzyme handmade soap production method. In Ecoenzyme. Dhiman, S. 2017. Eco-Enzyme-A Perfect House-Hold Organic Cleanser. International Journal of Engineering Technology, Management and Applied Sciences, 511, 19–23. Doraja, P. H., Shovitri, M., & Kuswytasari, N. D. 2012. Biodegradasi Limbah Domestik Dengan Menggunakan Inokulum Alami Dari Tangki Septik. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 11, 44–47. Effendi. 2003. Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. In Kanisius pp. 53–79. Ester Suoth, A., & Nazir, E. N. 2016. KARAKTERISTIK AIR LIMBAH RUMAH TANGGA PADA SALAH SATU PERUMAHAN MENENGAH KEATAS DI TANGERANG SELATAN. Jurnal Ecolab, 102, 80–88. Firempong, C K and Mak-Mensah, E. 2011. Chemical characteristics of toilet soap prepared from neem Azadirachta indica A . Juss seed oil. Asian Journal of Plant Science and Research, 14, 1–7. Hardian, K., Ali, A., & ’ Y. 2014. EVALUASI MUTU SABUN PADAT TRANSPARAN DARI MINYAK GORENG BEKAS DENGAN PENAMBAHAN SLS Sodium Lauryl Sulfate DAN SUKROSA. Jurnal Online Mahasiswa JOM Bidang Pertanian, 12, 1–11. Iriawan, N., & Astuti, S. P. 2006. Mengolah Data Statistik Dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Jalaluddin, J., Aji, A., & Nuriani, S. 2019. Pemanfaatan Minyak Sereh Cymbopogon nardus L sebagai Antioksidan pada Sabun Mandi Padat. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 71, 52. Jean Fall, Abdoulaye Loum Sagne, M., & Malick, D. 2015. International Journal of Advanced Research in Biological Sciences. Int. J. Adv. Res. 211, 143–154. Kartika, D., & Widyaningsih, S. 2013. Konsentrasi Katalis dan Suhu Optimum pada Reaksi Esterifikasi menggunakan Katalis Zeolit Alam Aktif ZAH dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah. Jurnal Natur Indonesia, 143, 219. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, 2, 30–36. Khuzaimah, S. 2016. Pembuatan Sabun Padat dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau dari Kinetika Reaksi Kimia. Ratih Jurnal Rekayasa Teknologi Industri Hijau, 22, 11. 804 Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 Langingi, R., Momuat, L. I., & Kumaunang, M. G. 2012. Pembuatan Sabun Mandi Padat dari VCO yang Mengandung Karotenoid Wortel. Jurnal MIPA, 11, 20. Linghunchuqiao. 2014. Experimental report of ecoenzyme. Lita Darmayanti, Y. L. H. 2011. NPengaruh penambahan media pada sumur resapan dalam memperbaiki kualitas air limbah rumah tanggao Title. Jurnal Sains Dan Teknologi, 102, 61–66. Marpaung, J. J. A., Ayu, D. F., & Efendi, R. 2019. Sabun Transparan Berbahan Dasar Minyak Kelapa Murni dengan Penambahan Ekstrak Daging Buah Pepaya. Jurnal Agroindustri Halal, 52, 161–170. Mwanza, C., & Zombe, K. 2020. Comparative Evaluation of Some Physicochemical Properties on Selected Commercially Available Soaps on the Zambian Market. OALib, 0703, 1–13. Nancholas, T. 2019. Britain loves a bar of soap. UK. Insight. in-uk/ Nazim, F., & Meera, V. 2017. Comparison of Treatment of Greywater Using. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology, 64, 49–54. Neswati, N., Ismanto, S. D., & Derosya, V. 2019. Analisis Kimia dan Sifat Antibakteri Sabun Transparan Berbasis Minyak Kelapa Sawit dengan Penambahan Ekstrak Mikropartikel Gambir. JURNAL AGROINDUSTRI HALAL, 52. Ningrum, N. P., & Kusuma, M. A. I. 2013. Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas dan Abu Kulit Buah Kapuk Randu Soda Qie sebagai Bahan Pembuatan Sabun Mandi Organik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri, 22, 275–285. Pujiati, A., & Retariandalas, R. 2019. Utilization of Domestic Waste for Bar Soap and Enzyme Cleanner Ecoenzyme [Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga Untuk Pembuatan Sabun Batang Dan Pembersih Serbaguna Ecoenzym]. Proceeding of Community Development, 2, 777. Putra, Y. D., & Fitria, L. 2015. UJI TOKSISITAS AKUT LIMBAH CAIR RUMAH MAKAN TERHADAP IKAN MAS Cyprinus Carpio L.. Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah, 31. Rasit, N., & Chee Kuan, O. 2018. Investigation on the Influence of Bio-catalytic Enzyme Produced from Fruit and Vegetable Waste on Palm Oil Mill Effluent. IOP Conference Series Earth and Environmental Science, 1401. Rasit, N., Lim, H. F., & Azlina, W. 2019. Production and Characterization of Eco Enzyme Produced From Tomato and Orange Wastes and Its Influence on the Aquaculture Sludge. International Journal of Civil Engineering and Technology, 103, 967–980. safrizal, S. 2016. Pengendalian Kualitas dengan Metode Six Sigma. Jurnal Manajemen Dan Keuangan Unsam, 52, 615–626. Sayali, J. D., Shruti, S. C., Shweta, S. S., Sudarshan, P. E., Akash, D. H., Shrikant, P. T., & Students, D. 2019. Use of Eco Enzymes in Domestic Waste Water Treatment. International Journal of Innovative Science and Research Technology, 42, 568–570. Sukawaty, warnida, A. 2016. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Padat Ekstrak Etanol Umbi Bawang Tiwai Eleutherine bulbosa Mill. Urb.. Media Farmasi Jurnal Ilmu Farmasi, 131, 14–22. Tang, F. E., & Tong, C. W. 2011. A Study of the Garbage Enzyme’s Effects in Domestic Wastewater. International Journal of Environemntal, 512, 887–892. Megawati dan Nugroho /AGROINTEK 153 792-805 805 of-the-garbage-enzyme-s-effects-in-domestic-wastewater Vivian, O. P., Nathan, O., Osano, A., Mesopirr, L., & Omwoyo, W. N. 2014. Assessment of the Physicochemical Properties of Selected Commercial Soaps Manufactured and Sold in Kenya. Open Journal of Applied Sciences, 0408, 433–440. Wahyu Purnomo, P., Apriliana, R., & Rudiyanti, S. 2014. Keanekaragaman Jenis Bakteri Perairan Dasar Berdasarkan Tipe Tutupan Permukaan Perairan Di Rawa Pening. MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES, 3, 119–128. Wahyudi, A. 2018. PENGARUH PENAMBAHAN ARENGA SACCHARIFERA TERHADAP KUALITAS PRODUK SABUN TRANSPARAN. Jurnal Redoks, 32, 30. Warastiko, C. 2016. KONVENSIONAL BED-BATH DAN PREPACKED DISPOSIBLE BED-BATH DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KEBERSIHAN DIRI PASIEN DI RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG. Jurnal Skolastik Keperawatan, 22, 122. Wati Ibnu Hajar, E., Febri Wirasny Purba, A., & Handayani, P. 2016. PROSES PEMURNIAN MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN AMPAS TEBU UNTUK PEMBUATAN SABUN PADAT. In Jurnal Integrasi Proses Vol. 6, Issue 2. Widyasanti, A., Farddani, C., & Rohdiana, D. 2016. PEMBUATAN SABUN PADAT TRANSPARAN MENGGUNAKAN MINYAK KELAPA SAWIT Palm oil DENGAN PENAMBAHAN BAHAN AKTIF EKSTRAK TEH PUTIH Camellia sinensis. Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 53. Zaharah, T. A., Nurlina, N., & Moelyani, R. R. 2018. Reduksi minyak, lemak, dan bahan organik limbah rumah makan menggunakan grease trap termodifikasi karbon aktif. Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan Journal of Environmental Sustainability Management, 25–33. AUTHORGUIDELINESTermandCondition1.Typesofpaperare originalresearchorreviewpaperthatrelevanttoourFocusand Scope a nd never or in  the process of bei ng published in any national orinternationaljournal2.PaperiswritteningoodIndonesianorEnglish3.Paper must be submitted to andjournaltemplatecouldbedownloadhere.4.Paper should not exceed 15 printed pages spaces including figure s andtablesArticleStructure1.Please ensure that the e-mail address is given, up to date and available forcommunicationbythecorrespondingauthor2.ArticlestructurefororiginalresearchcontainsTitle,Thepurposeofatitlei stograbtheattentionofyourreadersandhelpthemdecideifyourworkisrelevanttothem.Titleshouldbeconcisenomorethan15words.Indicateclearlythedifferenceofyourworkwithpreviousstudies.Abstract,Theabstractisacondensedversionofanarticle,andcontainsimportantpointsofintroduction,methods,results,andconclusions.Itshouldreflectclearlythe content of the a rticle. There is no refer ence permitted in the abs tract, andabbreviation preferably be avoided. Should abbreviation is used, it has to bedefinedinitsfirstappearanceintheabstract.Keywords,Keywordsshouldcontainminimumof3andmaximumof6words,separatedbysemicolon.Keywordsshouldbeabletoaidsearchingforthearticle.Introduction, Introduction should include sufficient background, goals of thework, and statement on the unique contribution of the article in the field.FollowingquestionsshouldbeaddressedintheintroductionWhythetopicisnewand important? What has been done previously? How result of the researchcontributetonewunderstandingtothefield?Theintroductionshouldbeconcise,nomorethanoneortwopages,andwritteninpresenttense.Materialī€ˆandī€ˆmethods,ā€œThissectionmentionsindetailmaterialandmethodsusedtosolvetheproblem,orproveordisprovethehypothesis.Itmaycontainalltheterminologyandthenotationsused,anddeveloptheequationsusedforreachingasolution.Itshouldallowareadertoreplicateī€ˆtheī€ˆworkā€ī€…Resultanddiscussion,ī€…ā€œThisī€ˆsectionī€ˆshowsī€ˆtheī€ˆfactsī€ˆcollectedī€ˆfromī€ˆtheī€ˆworkī€ˆtoī€ˆshownewsolutiontotheproblem.Tablesandfiguresshouldbeclearandconcisetoillustratethefindings.Discussionexplainssignificanceoftheresults.ā€ī€…Conclusions,ī€…ā€œConclusionī€ˆexpressesī€ˆsummaryī€ˆofī€ˆfindings,ī€ˆandī€ˆprovidesī€ˆanswerī€ˆtoī€ˆtheī€ˆgoalsī€ˆofī€ˆtheī€ˆwork.ī€ˆConclusionī€ˆshouldī€ˆnotī€ˆrepeatī€ˆtheī€ˆdiscussion.ā€ī€… Acknowledgment,Acknowledgementconsistsfundingbody,andlistofpeoplewhohelpwithlanguage,proofreading,statisticalprocessing,etc.References, We suggesta uthorsto use citation manager such as Mendeley tocomplywithEcologystyle.Referencesareatleast10 sources.Ratioofprimaryandsecondarysources definition ofprimaryandsecondarysourcesshouldbeminimum80 M., Corbeels, M., Leffelaar, Van Keulen, H., Wery, J., Ewert, F.,2012.Buildingcropmodelswithindifferentcropmodellingframeworks.Agric.Syst.113,57–63.doi the Tobacco Supply. Agric. Sci. Procedia 3, 255– ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Zambian market has witnessed an impressive upsurge in the production and consumption of a variety of soaps in recent years. However, there is scant, if any, knowledge of the quality and safety of these soaps. In this undertaking, the quality of some selected soaps was evaluated. The soap samples were randomly obtained from various supermarkets. The qualities of soaps were assessed based on the following physicochemical parameters free caustic alkali FCA, moisture content MC, total fatty matter TFM, pH and total alkali content TAC. Upon analysis, a variation in these physicochemical properties was observed. Percent MC ranged between ± and ± Solo and Yebo recorded the highest MC. The pH values ranged from ± to ± Yet again, Yebo had the highest pH followed by Solo and then Romeo. The TAC was between ± to ± and FCA values were from to ± Romeo had the highest TAC value ± followed by Dettol ± Only Solo and Yebo showed some traces of FCA. On the other hand, TFM values ranged from ± to ± Romeo recorded the highest TFM value ± and Yebo recorded the lowest ± On average, most soaps analysed herein were of fairly acceptable quality and are fit for extract microparticle is adding the value of palm oil-based transparent soap. Catechin content from extract gambir has the antibacterial activity to Staphylococcus aureus. As microparticle, extract gambir can be absorbed well into skin pore when applied as one of transparent soap contents. Thus, this research aimed for obtaining information related to the optimum concentration of extract gambir in microparticle, based on chemical characteristic and antimicrobial. Gambir was locally obtained from Pangkalan, 50 Kota District, West Sumatera. Gambir was diluted in ethanol then ultrasonified in order to get gambir as microparticle. There were 8 treatments and duplicated which were 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9% and 10% of gambir extract addition. From this study, the optimum addition of gambir extract was 5% with of water and volatile content, was insoluble in ethanol, of free fatty acid, of fatty acid, unsaponifiable fraction, and the inhibition zone diameter of Staphylococcus aureus was JalaluddinAmri AjiSari NurianiSabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, dan berbusa. Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan minyak sereh pada sabun mandi padat, pengaruh kecepatan putaran pada pembuatan sabun mandi padat,dan menganalisa karakteristik sabun terhadap kadar air, nilai pH, dan asam lemak bebas. Hasil penelitian menunjukkan dengan menggunakan 3 ml minyak sereh pada kecepatan putaran 500 rpm kadar air yang didapat yaitu sebesar 12,8 %, kadar asam lemak bebas sebesar 0,205%, dan nilai pH sebesar 9, Kuncisabun, saponifikasi, minyak sereh, karakteristik sabunAnik PujiatiRetariandalas RetariandalasMost of the waste problems come from household waste, both organic and inorganic waste. Household waste if managed properly can be a resource. The purpose of the community serviced activities that we have done is to utilized household waste into valuable products, the waste we treat is used cooking oil and fruit skin waste. Used cooking oil is residual frying oil which can be harmful to health if consumed or if thrown into the environment. While fruit and vegetable skin waste as domestic waste with the largest percentage will have to be handled so that it can reduce the volume of waste. In this community service, we provide knowledge in the form of household waste management, how to make bar soap from used cooking oil and cleaning fluid from fruit skin waste and its application to daily life. With direct practice, housewives as participants in this training were very enthusiastic about participating in this program, because, in addition to being able to reduce waste to landfill, they could also save on monthly expenses to buy cleaning waste from supermarkets, such as vegetables and fruits dreg are always discarded as solid waste and disposed to landfill. Implementing waste recovery method as a form of waste management strategy will reduce the amount of waste disposed. One of the ways to achieve this goal is through fermentation of the pre-consumer supermarket waste to produce a solution known as garbage enzyme. This study has been conducted to produce and characterize biocatalytic garbage enzyme and to evaluate its influence on palm oil mill effluent as a pre-treatment process before further biological process takes place. Garbage enzyme was produced by three-month long fermentation of a mixture of molasses, pre-consumer supermarket residues, and water in the ratio of 1310. Subsequently, the characterization of enzyme was conducted based on pH, total solids TS, total suspended solids TSS, total dissolved solids TDS, chemical oxygen demand COD, and enzyme activities. The influence of produced enzyme was evaluated on oil & grease O&G, TSS and COD of palm oil mill effluent POME. Different levels of dilution of garbage enzyme to POME samples 5%, 10%, 15% were explored as pre-treatment duration of six days and the results showed that the garbage enzyme contained bio-catalytic enzyme such as amylase, protease, and lipase. The pre-treatment showed removal of 90% of O&G in 15% dilution of garbage enzyme. Meanwhile, reduction of TSS and COD in dilution of 10% garbage enzyme were measured at 50% and 25% respectively. The findings of this study are important to analyse the effectiveness of pre-treatment for further improvement of anaerobic treatment process of POME, especially during hydrolysis ini bertujuan menentukan konsentrasi NaOH yang optimum untuk direaksikan dengan VCO mengandung karotenoid wortel guna menghasilkan sabun mandi padat yang memenuhi kualitas Standar Nasional Indonesia SNI No. 06-3532-1994. Pembuatan sabun mandi diawali dengan penentuan bilangan penyabunan, yang digunakan pada perhitungan konsentrasi NaOH, yakni 25%, 30% dan 35%. Sabun mandi padat yang dihasilkan diuji kualitasnya menurut SNI No. 06-3532-1994. Bilangan penyabunan dari VCO mengandung karotenoid wortel diperoleh sebesar 173,18 mg. Sabun mandi pada semua konsentrasi NaOH memenuhi SNI untuk uji jumlah asam lemak, alkali bebas dan asam lemak bebas. Untuk kadar air, sabun yang memenuhi SNI ada pada konsentrasi NaOH 35%, dan minyak mineral pada konsentrasi NaOH 30%. Sabun pada semua konsentrasi NaOH tidak memenuhi SNI untuk uji lemak netral. Penelitian ini menyimpulkan bahwa belum diperoleh konsentrasi NaOH yang optimum untuk pembuatan sabun mandi padat dari VCO mengandung karotenoid wortel yang memenuhi kualitas SNI No. 06-3532-1994. Sabun mandi yang mendekati kualitas SNI ada pada konsetrasi NaOH 30% dan 35%.Dwi AryaniFebrina RosintaThe aim of the research is to analyze how the service quality can affect customer’s satisfactionin shaping costumer’s loyalty. The research is quantitative and uses non-probability purposive samplingtechnique. The instrument of the research uses questionnaires which were analyzed with Structural EquationModeling. The result of the research shows that the five dimensions, physical evidence, empathy, reliability,quickness, and guaranty positively affect the service quality. The other results show that customer’s satisfactionis a preceding factor of customer’s loyalty. The direct effect of service quality on customer’s loyalty does notsustain the research, since the researcher did not find any significant direct relation between service qualityand customer’s States Patent Patent No. US 8L R CopelandR KleimanS LakesCopeland, L. R., Kleiman, R., & Lakes, S. 2015. 12 United States Patent Patent No. US 8,927,034

Olehkarena itu, kelompok kami tertarik dan ingin lebih mengetahui secara luas tentang bahan nabati dan bahan hewani agar kami dapat memahami apa saja yang terkait dengan bahan nabati dan bahan hewani tersebut.Kami membuat makalah ini bertujuan untuk belajar dan menampilkan makalah ini bagi para pembaca. Semoga bermanfaat. IDENTIFIKASI PRODUK PEMBERSIH DARI BAHAN NABATI & HEWANI Oleh Adinda Permatasari X MIPA 4/02 DINAS PENDIDIKANSMA NEGERI 3 MALANG Jl. Sultan Agung Utara No. 7 Telp 0341 324768, Fax 0341 341530Website E-mail [email protected] I. Kegunaan i. Jenis kegunaan produk pembersih ini adalah untuk pembersih mulut ii. Komposisi dari produk pembersih ini adalah 1. Water Air2. Sorbitol Pemanis buatan3. PEG-40 Hydrogenated Castor Oil Pewangi4. Xylitol Pemanis yang dapat meningkatkan kesehatan gusi dan gigi5. Sodium Fluoride Meningkatkan kekuatan gigi6. Cetyl Pyridinium Chloride Antiseptik yang membunuh kuman dan bakteri di mulut, mencegah plak gigi, dan mengurangi radang gusi7. Melaleuca Alternifolia Tea Tree Leaf Oil Antiseptik8. Sucralose Pemanis buatan9. Flavour Perisa buatan dan menambahkan aroma mint pada produk10. Sodium Benzoate Mengawetkan produk11. Benzoic Acid Mengawetkan produk12. CI 17200 Memberi warna merah pada produk13. CI 42090 Memberi warna biru pada produk iii. Jadi, nama bahan pembersihnya adalah Cetyl Pyridinium Chloride dan Melaleuca Alternifolia Tea Tree Leaf Oil II. Jenis Kemasan Jenis kemasan produk pembersih dari nabati dan hewani i. Kemasan yang digunakan pada bahan pembersih mulut TOTAL CARE adalah termasuk golongan primer karena kemasan berhubungan langsung dengan produk. ii. Jenis bahan di kemasan produk ini termasuk bahan plastik , sebab sifatnya ringan, relatif murah, dan kemasannya berupa wadah plastik dengan bentuk tertentu. iii. Kemasan produk TOTAL CARE ini menurut saya memenuhi syarat, karena kemasan ini dapat melindungi isinya, baik dari pengaruh luar maupun pengaruh dari dalam, dapat menjaga mutu produk dari pembuatan hingga kadaluarsa, dan dapat mempertahankan aroma produk. iv. Yang tertera pada label kemasan ini adalah 1. Nama produk Antibacterial Mouthwash 2. Nama dagang TOTAL CARE3. Komposisi Water, Sorbitol, PEG-40 Hydrogenated Castor Oil, Xylitol, Sodium Fluoride, Cetyl Pyridinium Chloride, Melaleuca Alternifolia Tea Tree Leaf Oil, Sucralose, Flavour, Sodium Benzoate, Benzoic Acid, CI 17200, CI 420904. Berat/isi bersih 250 ml5. Nama & alamat produsen PT Filma Utama Soap, Jl. Gresik 1-3-5, Surabaya – Indonesia 6. Nomor pendaftaran PIRT/MD BPOM No. NA181314000657. Bulan dan tahun kadaluarsa Desember 20178. Kode produksi 145140519. Kegunaan Membantu mencegah gangguan mulut, gusi dan gigi, melawan kuman penyebab bau mulut dan menyegarkan nafas tanpa rasa terbakar, merawat kekuatan email dan memperkuat gigi, tidak menyebabkan mulut kering, menjaga keseimbangan rongga mulut, mencegah timbulnya plak sehingga gigi tetap putih alami. 10. Aturan pemakaian Kumur dengan Total Care Sparkling White dengan menggunakan takaran tutup botol sampai batas garis setara dengan 15 ml selama ± 30 detik. Gunakan minimal 2 kali sehari, pagi dan malam hari. Jangan gunakan pada anak di bawah 6 tahun. 11. Peringatan Mengandung Sodium Fluoride. Jangan ditelan. Simpan di tempat teduh. 12. Slogan Sparkling White, Perlindungan Gigi Putih Alami v. Kemasan tersebut menarik sebab bentuk wadah yang digunakan unik dan label kemasan mengandung informasi yang jelas dengan desain yang sederhana tetapi menarik. vi. Komentar dan saran saya adalah meskipun desain label kemasan sudah baik, namun label tersebut cenderung tidak memanfaatkan area wadah dengan baik, karena label terlalu kecil. Sehingga informasi yang tertera menggunakan ukuran huruf yang kecil, hal ini berakibat tidak semua pembaca dapat mengerti isi label dengan jelas. Sebaiknya, label diperbesar sehingga ukuran huruf juga lebih besar. ContohProduk Pembersih Dari Bahan Hewani.Kandungan dan manfaat bahan nabati/hewani sebagai produk kosmetik. Kandungan gizi yang terdapat pada pisang matang adalah 99 kalori, 1,2 g protein, 0,2 g lemak, 25,8 mg karbohidrat, 0,7 serat, 8 mg kalsium, 28 mg fosfor. Protein adalah salah satu zat gizi makro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Anda bisa mendapatkan protein dari daging-dagingan atau biji-bijian. Meski sama-sama protein, ada perbedaan antara protein hewani dan nabati. Mana yang lebih kaya gizi? Berikut perbedaan yang bisa Anda temukan pada protein nabati dan hewani. 1. Punya kandungan asam amino yang berbeda Asam amino adalah struktur terkecil dari protein yang nantinya akan diserap dalam tubuh. Pada dasarnya, terdapat 20 jenis asam amino yang diperlukan tubuh, termasuk asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino esensial tidak diproduksi sendiri oleh tubuh sehingga bergantung dari asupan harian. Namun, asam amino non-esensial ini dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Nah, sumber protein hewani mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap daripada sumber protein nabati. Sumber protein nabati yang memiliki kelengkapan asam amino esensial seperti sumber hewani adalah kacang kedelai. Meski lengkap, jumlah asam amino esensial pada kedelai tidak sebanyak sumber hewani. RingkasanProtein hewani punya susunan asam amino yang lengkap, baik esensial atau non-esensial. 2. Sumber protein hewani punya lebih banyak vitamin dan mineral Perbedaan protein lain dari hewani dan nabati adalah pada kandungan gizi mikronya. Zat gizi mikro terdiri dari vitamin dan mineral. Nah, protein hewani memiliki ragam gizi mikro yang lebih banyak daripada protein nabati. Berikut zat gizinya. Vitamin B12 pada ikan, daging, unggas dan produk susu. Orang yang tidak mengonsumsi makanan hewani biasanya cenderung kekurangan zat gizi ini. Vitamin D pada ikan berlemak, telur, dan produk susu. Jamur juga mengandung vitamin D, tetapi tidak mudah diserap layaknya vitamin pada sumber hewani. DHA Docosahexaenoic acid jenis asam lemak omega-3 pada ikan berlemak. DHA dari tumbuhan hanya ada pada alga. Zat besi jenis heme sebagian besar ditemukannya pada daging kambing atau daging merah lainnya. Jenis zat besi ini lebih mudah diserap daripada zat besi nonheme yang ada pada sayur, seperti bayam. Zink mineral ini biasanya ditemukan pada makanan laut dan daging merah. 3. Sumber protein nabati tidak mengandung kolesterol dan asam lemak jenuh Perbedaan sumber protein hewani dan nabati ada pada kandungan lemaknya. Kebanyakan sumber dari protein hewani mengandung kolesterol dan asam lemak jenuh, terutama pada daging merah. Inilah yang sangat bertolak belakang dengan sumber protein nabati. Makanan protein nabati tidak mengandung kolesterol maupun asam lemak jenuh. Mengonsumsi sumber protein nabati justru dapat membantu menurunkan kadar kolesterol darah. Tingginya kolesterol dalam protein hewani dapat menimbulkan risiko terjadinya penyakit jantung, seperti penyakit jantung koroner, stroke, dan gagal jantung. Tak hanya itu, risiko penyakit kronis seperti kanker dan diabetes mellitus tipe 2 pun ikut meningkat. 4. Protein nabati bantu menurunkan berat badan Protein nabati ternyata lebih baik dalam menjaga berat badan. Penelitian dalam JAMA Internal Medicine 2016 menunjukan kelompok orang yang mengonsumsi protein nabati memiliki berat badan yang lebih rendah daripada sekelompok orang yang mengonsumsi protein hewani. Makanan protein nabati dapat membantu mengontrol berat badan. Hal ini disebabkan asupan tinggi protein dari sumber nabati bisa menimbulkan rasa kenyang lebih cepat dan lebih tahan lama. Jadi, efek ini sangat baik untuk mengatur jumlah makanan yang dimakan dan mencegah kenaikan berat badan. Meski memiliki keunggulan dan kekurangan, Anda tetap harus mengonsumsi keduanya dalam jumlah yang dianjurkan. Jangan sampai berlebihan ataupun kurang. Jika bingung membagi porsi makanan sumber protein hewani dengan protein nabati, Anda bisa berkonsultasi dengan ahli gizi. Jadi, mana jenis protein yang lebih baik? Melihat perbedaan protein nabati dan hewani, sebenarnya kedua jenis protein ini sama-sama baik dan diperlukan untuk tubuh. Namun, sumber protein hewani juga tinggi lemak jenuh sehingga meningkatkan risiko kolesterol tinggi, hipertensi, atau penyakit jantung jika dikonsumsi terlalu banyak. Sumber protein nabati mungkin dianggap lebih menyehatkan untuk orang yang menjalani pola makan vegetarian atau vegan. Anda yang perlu mengurangi asupan daging juga bisa beralih mengonsumsi sumber protein nabati, seperti tempe atau tahu. Terlepas dari jenis proteinnya, tetap konsumsi dalam jumlah wajar dan variasikan dengan menu makanan bernutrisi yang mengandung karbohidrat, vitamin, dan mineral. Kosmetiksudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Oleh sebab itu memulai usaha produk kosmetik dengan bahan baku nabati/hewani merupakan salah satu peluang usaha yang potensial. Bahan bahan membuat sabun alami dan jenis minyak dalam Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokan, dilekatkan,. Bahan nabati atau hewani untuk produk kosmetik. Produk pembersih yang di buat / di produksi menggunakan bahan utamanya berupa bahan pangan nabatitumbuhan/tanaman dan hewani berasal dri hewan. contohnya saja minyak, ada yang berasal dari minyak tanaman yaitu minyak sawit dan ada juga yang berasal dari hewan atau maksudnya dari tubuh hewan misalnya minyak ikan. namun dalam hal ini, difungsikan untuk produk pembersih
Mitratelah mengetahui alat, bahan, dan prosedur pembuatan sabun padat aroma kopi. Pengetahuan dan praktik yang telah diberikan diharapkan dapat meningkatkan kreativitas dan produktivitas siswa terutama dalam pembuatan produk-produk kimia terapan. Kata kunci: kopi; sabun padat; SMA Kesatrian 1 Semarang; workshop ABSTRACT
Bahan Nabati dan Hewani – Coba perhatikan makanan yang anda makan. Apakah terbuat dari bahan nabati atau hewani? Lalu bagaimana cara pengawetan dari makanan yang anda konsumsi tersebut? Di artikel kali ini akan dibahas tuntas tentang bahan nabati dan hewani serta contoh dan cara pengawetannya. sumber Pengertian Bahan Nabati dan Hewani Bahan pangan makanan dibagi menjadi dua yaitu bahan pangan nabati dan hewani. Bahan nabati adalah bahan makanan yang berasal dan diolah dari bahan dasar tanaman. Jadi bahan-bahan yang didapatkan dari bagian yang ada pada tanaman entah itu buah, batang, daun atau akarnya termasuk dalam bahan nabati. Sedangkan bahan pangan hewani adalah bahan makanan yang berasal dan diolah dari hewan. Tidak hanya dari dagingnya, produk lainnya yang didapatkan dari hewan seperti telur, susu dan lainnya termasuk dalam bahan pangan hewani. Perbedaan Karakteristik Antara Bahan Nabati dan Hewani Ini dia perbedaan karakteristik dari bahan pangan nabati dan hewani 1. Bahan makanan hewani daya simpannya jauh lebih pendek dibandingkan dengan bahan pangan nabati apabila dalam keadaan segar. Hal tersebut dikarenakan bahan hewani tidak memiliki jaring pelindung yang kokoh dan kuat seperti pada bahan nabati 2. Bahan hewani memiliki sifat lebih lunak dari pada bahan nabati sehingga lebih mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar 3. Kebanyakan bahan pangan hewani adalah sumber karbohidrat, protein, mineral, vitamin dan lemak. Dapat disimpulkan dari poin-poin di atas, pengolahan sangat penting untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan kualitas, daya tahan dan nilai tambah dari sebuah produk. Dengan begitu, suatu produk dapat memiliki daya ekonomi lebih setelah mendapat sentuhan teknologi pengolahan Pengolahan Makanan Nabati dan Hewani Pengolahan makanan merupakan metode untuk mengubah bahan mentah menjadi makanan yang layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Banyak langkah dan cara yang bisa dilakukan dalam mengolah makanan sesuai dari jenis bahan atau makanan yang ingin dibuat. Macam-macam pengolahan makanan adalah sebagai berikut Memotong dan Mengupas Pemerasan, contohnya adalah membuat jus buah Pemasakan, meliputi menggoreng, merebus dan memanggang Pencampuran Peragian, contohnya adalah pembuatan tempe Pengeringan semprot Pasteurisasi pemanasan makanan Pengepakan Contoh Bahan Nabati dan Hewani Ada banyak sekali contoh bahan nabati dan hewani yang bisa dijadikan olahan makanan atau produk lainnya. Ini dia contoh beberapa contoh bahan pangan nabati dan hewani. Bahan Pangan Nabati sumber Bahan pangan nabati didapatkan dari sayuran dan buah-buahan. Sayuran dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok yaitu berdasarkan iklim tempat tumbuhnya. Sayuran yang tumbuh di iklim tropis adalah petai, cabai, jengkol, petai, kangkung, buncis, daun salam, sereh, ubi jalar, jahe, kunyit dan daun singkong. Sedangkan sayuran yang tumbuh di iklim sub tropis adalah wortel, kentang, brokoli, seledri, jamur dan selada. Seperti sayuran, buah-buahan juga dibagi menjadi dua kelompok, yaitu buah-buahan tropis dan sub tropis. Buah-buahan tropis contohnya adalah jambu air, jambu biji merah, sawo, kesemek, duku, belimbing, sirsak, manggis, salak dan rambutan. Sedangkan buah-buahan sub tropis contohnya adalah cherry, strawberry, plum, persik dan kiwi. Bahan Pangan Hewani sumber Susu Merupakan produk yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia seperti sapi, kambing, unta dan lainnya yang berbentuk berupa cairan Ikan Hewan yang bangkainya halal untuk dimakan ini dapat diolah menjadi berbagai macam makanan Daging Daging yang biasanya dijadikan sebagai bahan pangan adalah sapi, kambing, ayam yang diambil dengan cara pemotongan ternak Telur Merupakan produk utama yang dihasilkan oleh ayam petelur. Produk Olahan dari Bahan-Bahan Di Atas Bahan seperti susu dapat diolah lagi menjadi keju, krim, susu bubuk sedangkan daging dapat diolah menjadi dendeng, sosis dan lain-lain Proses Pengawetan Bahan Pangan Nabati dan Hewani Biasanya bahan hasil pertanian, perternakan dan perikanan mudah mengalami kerusakan setelah dipanen sehingga akan terjadi penurunan mutu. Untuk menjaga kualitas dari bahan pangan, maka diperlukan adanya sebuah proses pengawetan. Terdapat beberapa metode pengawetan pangan yaitu dengan menonaktifkan, menghambat dan mencegah penyebab kerusakan pada makanan. Setiap metode tersebut hanya akan berhasil apabila langkah-langkah yang dilakukan tetap dan sesuai. Beberapa metode yang dilakukan untuk mengawetkan bahan pangan adalah 1. Pengawetan dengan Suhu Rendah sumber Teknik pengawetan makanan jenis ini memanfaatkan lemari pendingin. Suhu yang dibutuhkan dalam pengawetan jenis ini adalah antara -2 sampai 8 derajat celcius. Cara pengawetan dengan suhu rendah dibagi lagi menjadi 2 macam yaitu pendinginan dan pembekuan. Pendinginan hanya berfungsi untuk mendinginkan makanan sedangkan pembekuan bertujuan untuk membuat bahan makanan menjadi beku. Biasanya suhu yang dibutuhkan dalam proses pembekuan adalah antara -12 sampai -24 derajat celcius sedangkan untuk pembekuan cepat diperlukan suhu antara -24 sampai -40 derajat celcius. 2. Pengawetan Makanan Suhu Tinggi sumber Pengawetan makanan jenis ini dilakukan dengan proses memasak seperti merebus atau menggoreng. Panas yang dibutuhkan untuk mengawetkan makanan harus tepat agar kandungan gizi yang terdapat makanan tetap dapat terjaga. Pemanasan yang baik adalah dengan kadar suhu secukupnya yang sekiranya dapat mematikan mikroba pembusuk dan panthogen dalam bahan makanan. 3. Pengawetan dengan Pengeringan sumber Jenis pengawetan makanan ini bertujuan untuk menghilangkan sebagian atau seluruh kandungan air dari bahan makanan yang dilakukan dengan menggunakan energi panas dari matahari supaya kandungan air menguap. Dengan berkurangnya kandungan air dari bahan makanan tersebut, maka mikroba tidak dapat tumbuh lagi. Keuntungan lainnya dari produk yang diawetkan dengan cara pengeringan ini adalah lebih ringan dan volume menjadi lebih kecil sehingga memudahkan dalam proses penyimpanan dan transportasi. Pengeringan yang baik terjadi apabila pemanasan yang terjadi merata. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah suhu, luas permukaan bahan, aliran udara dan tekanan uap di udara. Selain menggunakan energi panas dari matahari, pengeringan juga dapat dilakukan menggunakan alat pengering. 4. Pengawetan dengan Bahan Kimia sumber Jenis pengawetan ini sering digunakan oleh industri-industri makanan skala besar yaitu dengan menambahkan bahan kimia tertentu. Penggunaan bahan kimia ini harus dalam takaran yang tepat dan sesuai dengan prosedur supaya aman untuk manusia yang mengonsumsinya. Pemberian asam dapat menurunkan pH yang terdapat pada makanan sehingga pertumbuhan bakteri pembusuk menjadi terhambat. Itulah dia pembahasan tentang pengertian, contoh dan cara pengawetan dari bahan nabati dan hewani. Semoga bermanfaat
sXmGhy.
  • 0co2prkl4e.pages.dev/370
  • 0co2prkl4e.pages.dev/140
  • 0co2prkl4e.pages.dev/88
  • 0co2prkl4e.pages.dev/265
  • 0co2prkl4e.pages.dev/352
  • 0co2prkl4e.pages.dev/580
  • 0co2prkl4e.pages.dev/339
  • 0co2prkl4e.pages.dev/355
  • produk pembersih nabati dan hewani